Rabu, 11 Januari 2012

"Halo, siapa namamu?"

Rio terduduk di atas kasurnya. Penyakit misterius yang mendera tubuhnya sejak kecil membuat pria ini lebih banyak menghabiskan waktu di atas tempat tidur di dalam kamarnya, terkadang membaca novel, menulis puisi atau bahkan menggambar sketsa wajah.

Di dalam kamarnya yang dipenuhi oleh tempelan kertas berisi puisi dan cerita-cerita pendek, serta beberapa lembar kanvas bersketsa wajah kedua orangtua, kakak dan adik-adiknya itu Rio terbaring. Matanya kosong menatap langit-langit kamar. "Aku bosan," ucapnya lirih.
*
Hari ini adalah hari ulang tahun Rio yang ke 24. Tak ada perayaan yang istimewa, hanya kedua orangtuanya dan saudara kandungnya saja yang mengucapkan selamat ulang tahunnya. Tidak ada yang lain, sebab memang Rio tidak memiliki teman sejak kecil. "Ma, aku ingin berjalan-jalan keluar, boleh?" Rio mengutarakan keinginannya yang sudah lama dipendam.

Mama tersenyum sedih. Teringat olehnya ucapan Dokter beberapa hari lalu, yang memvonis Rio tidak akan berumur panjang. "Iya, boleh , Sayang," ucap Mama menahan sedih.

Esoknya Rio pergi keluar kamar untuk pertama kalinya sejak setahun terakhir. Rio ditemani Roy -adik lelakinya- mengunjungi toko bingkai dan alat-alat lukis.

"Cari apa, Mas?" tanya Nina kepada Rio. Nina adalah pelayan di toko tersebut.

Ada debar yang muncul, senyum manis yang didapatkannya, membuat Rio sedikit salah tingkah. "Eh, ini, aku mau nyari kuas dan kanvas yang baru. Dan beberapa pensilnya juga," ucapnya cepat-cepat untuk menutupi kegugupannya.

"Yang ini aja, Mas. Kualitasnya bagus, dan harganya ga beda jauh." obrolan di antara dua muda mudi itu berlangsung cukup hangat. Tidak terasa, waktu sudah sore dan Rio harus segera pulang, agar kondisi tubuhnya tidak memburuk.

Esok harinya Rio kembali ke toko tersebut dengan alasan mencari cat air. Hari berikutnya pun lelaki itu kembali untuk mencari alat-alat lukis lainnya. Hal itu berlangsung selama seminggu.

Setelah lewat dari satu minggu Rio tidak pernah datang lagi ke toko tersebut. Nina itu merasa sesuatu yang beda. Ada rasa penasaran yang menyelinap di diri gadis itu. Tepat di hari ke 3 setelah tidak datangnya Rio, Nina melihat adik lelaki Rio melintas di depan toko.

"Hai, kamu. Tunggu sebentar."

"Aku?" tanya Roy.

"Iya, kamu. Kamu adiknya lelaki yg sering ke toko itu seminggu yang lalu, kan? Lalu kemana abangmu itu? Dia tidak pernah terlihat lagi."

Roy memandang Nina tersebut. "Nanti, sepulang kamu kerja. Kamu ikut aku."
*
Nina memandangi berpuluh-puluh kertas puisi dan sketsa wajah di dinding kamar. Dari sekian banyak sketsa wajah itu, beberapa diantaranya adalah sketsa wajahnya. "Ini kamar siapa?" tanya Nina kepada Roy dan Mama.

"Ini kamar Rio, lelaki yang kamu tanyakan kepada Roy," ucap Mama.

"Lalu?" Rona kebingungan menyelimuti diri Nina.

"Rio sudah meninggal. Dia menderita sakit misterius sejak kecil. Dia menitipkan ini untukmu."

Nina menerima kanvas yang ditutupi selimut dari tangan Mama. Ketika membukanya, airmata Nina tak dapat dibendung. Melesak secara otomatis dari sela irisnya. Ditangannya adalah lukisan wajahnya bersama sebuah kalimat ; "Halo, siapa namamu?"

2 komentar:

  1. sebenernya bukan cinta juga sih.
    baru sebatas rasa suka/tertarik yg ga tersampaikan.
    Makanya Rio selama seminggu ke toko, dengan alasan mau beli alat. :)

    BalasHapus