Pagi ini aku terbangun mengingatmu
Di meja makan, terdapat sebuah cangkir kopi pahit yang semalam kuseduh untukmu
Katamu, kopi pahit tak sepahit kehidupanmu
Cangkir itu penuh dengan semut
Mungkin, hidupmu pahit
Namun kenangan tentangmu selalu manis
Tanyakan saja kepada semut-semut yang berkumpul di bekas bibir cangkir yang kau seruput.
Pagi ini, aku terbangun mengingatmu
Kau seolah ada pagi ini
Di dapur, sedang membuat sarapan pagi kesukaanku
menyeduh segelas teh yang selalu tak pernah manis
Tapi tak apa, aku tetap suka
Malam ini, aku kembali pulang tetap dengan mengingatmu
Berharap, semua yang kuingat tak pernah menjadi pahit sebab waktu
Aku mengingatnya seraya belajar untuk mencintai segelas kopi pahit yang terasa manis.
Jika ingin menjadi penulis. Menulislah, sebab tidak ada yang akan bisa menjadi penulis tanpa pernah menulis apa pun.
Selasa, 28 Oktober 2014
Kamis, 02 Oktober 2014
Untitled
Aku mengenangmu sebagai doa
Yang tak pernah bosan diucapkan oleh para pendosa
hal-hal yang kadang dilupakan mereka suci di sana
Di penghujung kemarau, bibirku menggumam penuh
Hujan selalu turun di sela keringnya harapan, dan suburnya rindu
Basah oleh gelisah, gersang bersama angin musim kemarau yang melambatkan lajunya
Cintaku terbakar, oleh risau-risau yang tak urung usai
Perempuanku, kuyupkah kau di sana?
dengan segala cemas yang meremas-remas dadamu; juga dadaku.
Yang tak pernah bosan diucapkan oleh para pendosa
hal-hal yang kadang dilupakan mereka suci di sana
Di penghujung kemarau, bibirku menggumam penuh
Hujan selalu turun di sela keringnya harapan, dan suburnya rindu
Basah oleh gelisah, gersang bersama angin musim kemarau yang melambatkan lajunya
Cintaku terbakar, oleh risau-risau yang tak urung usai
Perempuanku, kuyupkah kau di sana?
dengan segala cemas yang meremas-remas dadamu; juga dadaku.
Langganan:
Postingan (Atom)