Bagiku, ibu adalah segalanya. Matahari bagi duniaku; pusat
dari segalanya. Ketika aku merasa sedih, hanya ibu yang sanggup meredakan
kesedihanku dengan sekejap. Pelukannya begitu hangat, dan rengkuhan lengannya
begitu pas melingkari punggungku.
Aku menyayangi ibu. Ibu selalu menenangkan gelisahku ketika
aku bersedih. Ibu selalu menyemangati diriku. Acap kali ibu memelukku, segala kesedihan menguap,
berganti menjadi perasaan yang begitu hangat dan menenangkan. Bagiku, ibu
adalah segalanya.
Aku menyayanginya.
***
Namun, semua itu perlahan berubah, sejak ibu mengenal lelaki
tua itu.
Aku tak pernah menyukai lelaki itu. Lelaki tua yang sering mengantar
ibu pulang. Lelaki paruh baya berusia hampir 50 tahun itu juga sering datang ke
rumah dan mengajak ibu–dan aku–berpergian.
Aku tak menyukai lelaki tua itu.
***
Bagiku, ibu adalah segalanya. Saat ini dia sedang menangis
dihadapanku, memeluk tubuh kaku lelaki tua itu. Tubuhnya sudah kaku. Aku tersenyum.
Setelah ini, ibu tetap hanya milikku. Di tanganku, pisau kecilku baru saja berhasil
memutus urat leher lelaki tua itu.
Aku menyayangi Ibu.