Rabu, 12 Maret 2014

Menanti Peri

“Setiap hujan turun, akan ada peri yang turun dari kahyangan untuk menemani orang-orang yang hatinya resah dan kesepian.”

Aku teringat akan cerita itu, yang selalu Bapak ceritakan kepadaku tiap malam saat aku masih kanak hingga sepenuhnya menjadi dewasa.

“Kalau lagi hujan, dan kamu tidak sengaja hujan-hujanan, mungkin aja nanti kamu akan bertemu peri. Tapi jaga pandanganmu, jangan terlalu lama menatapnya, jika tidak peri itu akan mengambil matamu.”

Aku hafal cerita itu, tapi tidak pernah paham maksud cerita di kalimat terakhir.

Hujan turun sejak siang tadi, dan belum juga berhenti hingga kini. Bosan, lalu aku memutuskan untuk keluar dan berjalan-jalan ke daerah sekitar perumahan. Langkahku terhenti di depan sebuah pertigaan jalan.

Aku melihatnya seorang lelaki yang berdiri di tengah hujan. Kepala dan tangannya menengadah ke arah langit, seolah ingin menampung seluruh rintik hujan ke dalam telapak tangannya.

“Apa yang sedang kamu lakukan?”

“Menunggu peri.”


Lalu tubuhku bergetar ngilu dan ketakutan, saat menyadari kedua mata lelaki itu tidak ada di tempat yang semestinya.


:: Sketsa merupakan karya @i_am_boa

Rabu, 05 Maret 2014

Matilah Kau!!

“Kali ini mereka harus mati,” ucap seseorang dengan nada tegas, di tangannya sudah siap sedia senjata yang akan digunakan untuk memutuskan nyawa si target.

Ini adalah perburuan hari ketiga. Sudah bermacam senjata digunakan, namun tak juga berhasil menghentikan denyut nafas target yang sudah diincar sejak kemarin.

“Yakin bakal berhasil, Pak?” tanya Ibu kepada suaminya.

“Yakin, kali ini mereka akan MATI!” ucap Bapak dengan penekanan di kalimat terakhir. “Ini yang paling mematikan, dan Bapak pastikan mereka bakal mati hari ini juga.”

“Iya, Pak. Semoga. Kasian si Adek.”

Ibu menatap wajah anaknya bungsunya yang tertidur. Tiga hari lalu dia menjadi korban pengeroyokan, dan kejadian itu meninggalkan bekas kentara di sepertiga wajahnya.

“Pak, itu, Pak!” teriak Ibu saat melihat lalat melintas di hadapannya.

“MATI KAU, MATI!!” Teriak Bapak yang dengan sangat emosional menyemprotkan racun serangga ke penjuru arah lalat-lalat tersebut terbang.


Tiga hari lalu lalat-lalat tersebut dengan sangat kurang ajar menjadikan wajah putranya sebagai toilet. Sehingga membuat sepertiga wajah anaknya penuh dengan bintik kehitaman.