Aku berdiri memandangi poster
calon pemimpin masa depan di kotaku ini. Senyumnya yang ceria seolah
menyiratkan dirinya sangat percaya diri dapat mengelola semrawutnya tata kelola
kota ini. Aku menyunggingkan senyum, senyum pahit yang merepresentasikan
hatiku.
“Wis, kamu bakal
milih Ndak?” tanya Kusno yang berdiri disampingku.
“Pasti milih,
Kus. Masa depan kota ini ada di tangan para pemimpinnya. Dan jangan sampai
semakin salah urus. Permasalahan udah banyak, kalau sampai dipimpin sama yang
nggak becus, bisa makin salah urus. Makin susah kita nanti.”
“Kamu bakal
pilih calon yang ini? Calon incumbent
kita ini.” tanya Kusno menunjuk poster salah satu calon pemimpin yang aan
dipilih seminggu yang akan mendatang.
“Gaya kamu, Kus,
sok-sokan pake istilah incumbent. Kayak
ngerti aja kamu. Tapi, sepertinya aku nggak milih dia, Kus.”
“Lha, kenapa?
Dia kan putra daerah, satu daerah sama kamu. Seiman pula, udah gitu dia pengalaman
pula di pemerintahan.”
“Pemimpin itu
bukan masalah putra daerah atau satu iman, Kus. Percuma putra daerah kalau
nggak tahu permasalahan yang dihadapi oleh daerahnya. Percuma satu iman kalau
justru dzalim. Percuma juga berpengalaman kalau tetap nggak becus ngurusin
pemerintahannya.”
“Kok kamu
kayaknya nggak suka banget sama calon pemimpin kita yang satu ini, Wis.”
“Aku nggak suka
sama calon yang satu ini bukan karena alasan subjektif dan yang dibuat-buat,
Kus. Kamu liat aja sekarang. Ruang terbuka makin sedikit. Mall sama apartemen? Makin
banyak, kayak jamur. Terus jalanan. Kemacetan nggak berkurang, justru makin
macet. Pengelolaan angkutan umum aja berantakan,” ucapku sedikit menggebu-gebu.
“Ya, tapi kan
ada positifnya juga Wis. Buktinya dampak bencana banjir berkurang. Itu proyek
penanggulangan banjirnya kan pas masa kepemimpinan beliau?” ujar Kusno.
“Iya, tapi itu
bukan proyek pemerintahannya dia. Itu proyek negara, biayanya juga ditanggung
sama negara, bukan pemerintah daerah.”
“Jadi kamu bakal
pilih calon pasangan yang satunya lagi, Wis?”
“Sepertinya
begitu, Kus.”
“Kan belom
ketauan dia bisa memimpin kota kita ini atau nggak.”
“Ya mending
lebih baik aku pilih yang belum tentu bisa memimpin daripada pilih orang yang
sudah jelas tidak bisa memimpin, Kus. Seenggaknya masih ada harapan untuk
perubahan yang lebih baik.”
Kusno terdiam. Dia
seperti memikirkan kata-kataku. “Wisnu… Wisnu, ya terserah kamu. Setiap orang
punya penilaian sendiri-sendiri,” ucap Kusno, “Yasudahlah, lebih baik kita
kembali kerja. Nanti keburu sore.”
“Kamu sendiri
bakal pilih siapa, Kus?” tanyaku pada Kusno yang mulai berjalan.
“Aku nggak
milih, Wis.”
Aku memasang
raut wajah bingung. “Nggak milih? Kamu golput, Kus?” tanyaku seraya berjalan
menyusul Kusno.
“Nggak.”
“Lalu?”
“Aku nggak masuk
daftar pemilih Kus, perkampunganku nggak masuk dalam daftar pemilih. Hampir semua
yang tinggal disana nggak punya hak pilih. Yah, pemulung kayak kita, nggak
dianggap punya hak suara sepertinya, Wis.” Terdengar suara Kusno melirih. “Sudahlah,
Wis. Kita ini cuma pemulung, nggak usah ketinggian bicarakan politik. Kita bukan
siapa-siapa. Daripada kelamaan ngobrol, mending kita lanjut mulung. Isi punyaku
masih belum penuh nih. Harus penuh sampai pulang nanti, kalau nggak duit yang
didapat bakalan kurang.”
Aku terdiam
mendengar ucapan Kusno. Segera kugendong kembali keranjang sampah di punggungku. Mungkin benar
kata-kata Kusno, sepertinya aku terlalu tinggi membicarakan politik. Sementara aku
ada di lapisan terbawah. Tapi, demi masa depan yang lebih baik, aku akan
mempergunakan hak milikku dengan baik saat pemilihan minggu depan. Sebab aku bukan keledai yang akan melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya, mempercayakan masa depan kotaku ke orang yang sudah jelas tak bisa mengurusnya.
Ini masalah kuasa, alibimu berharga
Kalau kami tak percaya, lantas kau mau
apa?
Ini mosi tidak percaya, jangan anggap kami
tak berdaya
Ini mosi tidak percaya, kami tak mau lagi
diperdaya
Efek Rumah Kaca – Mosi Tidak Percaya
Aku suka bagian kesedihan di akhir paragraf, menuliskan dengan gamblang tentang kepasrahan dan tak berdayanya seorang manusia. Tapi masih tetap berjuang. Keren. berkarakter :)
BalasHapusikavuje
makasi Mbak komennya :D
Hapus