Kamis, 23 Februari 2012

Negeri Seribu Jiwa

Aku melangkahkan kakiku, berpijak diantara rerumputan yang bercampur dengan tatanan batuan jalan. Mataku mengerjap menahan sinar matahari yang memaksa masuk ke dalam pupil mata. Aku terperangah saat mata memandang takjub keindahan yang terhamparkan disana.

Tanganku bergerak cekat mengambil kamera yang tersampir di pinggangku. Mengatur pencahayaan, jarak lensa serto fokus yang dimiliki oleh fitur-fitur yang terkandung di dalamnya. Kuarahkan pandanganku dari balik lensa kamera kepada gambaran indah yang terukir di hadapanku.

"Ini indah banget ya," ucapmu yang berdiri di sampingku. Sorot matamu berbinar cerah. Pertanda dirimu menyukai suasana ini. Kulihat kamu dengan antusias menyentuh dan membelai ukiran-ukiran klasik di bebatuan tua itu.

Aku mengarahkan kameraku ke arah kamu berdiri, dan masih terkagum-kagum dengan decak mengiringi tiap sentuhan lembut jemarimu di batuan itu. "Ya, bagus sekali. Terlalu sulit untuk melogikan keindahan dan kehebatan arsitektur candi ini. Semua tertata dengan baik." Aku memberikan sedikit komentar umum tentang candi yang kita pijak ini.

"Ornamennya keren. Begitu hidup. Tiap ukiran menggambarkan satu cerita." Kamu berkata tanpa mengalihkan pandanganmu. "Begitu hidup, seperti tiap ukiran gambar memiliki nyawanya sendiri-sendiri," lanjutmu yang kini mengalihkan tatapan ke arahku.

Aku tersenyum ceria, bukan hanya bisa menginjakkan kaki di candi ini. Candi terbesar yang dimiliki negeri ini, yang pernah menjadi salah satu bagian seven wonders. Melainkan juga ceria karena dirimu, yang berbinar bahagia bisa menikmati pemandangan ini.

"Aku seneng banget bisa kesini. Candi Borobudur memang sangat mengagumkan yah?" Senyum lebar merekah dari kedua bibir manismu. Bola matamu memancarkan energi positif dan semangat yang menghangatkan hatiku, mengalahkan panasnya sengatan mentari yang tak juga lelah bersinar terik.

"Ya, aku juga senang bisa kesini," ucapku kepada Raisa yang kembali hanyut tenggelam dalam decak-decak kagum. Kuarahkan pandangan lensaku kepadanya, untuk kesekian kalinya kuambil gambar natural Raisa. Rambut panjang bergelombang sebahu miliknya sedikit berkibar saat angin dengan nakal berlari di sisian helai rambutnya. "Dan aku lebih senang ada disini karena ada kamu yang menemani," ucapku pelan kepada kamera yang membisu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar