Di jemarimu, kusematkan purnama
Dari aku, lelaki yang tak kau tahu nama
Pada bulir air mata yang tak miliki muara
Aku menawarkan geliat rasa
Bukan cinta, hanya setangkup duka yang terbungkus dalam canda
Lalu kau bertanya, "dimanakah cinta?"
Tawa, aku mendengarnya
Cinta, apalah yang kau harapkan dari rasa yang dapat membusuk seketika
Entah lusa, ataupun dasawarsa
Sama saja, sebab akhirnya, duka jua yang kan kau rasa
Wahai wanita, terimalah aku sebagai mempelai di bulan purnama
Cahaya, yang bermandikan lentera surga
Di antara isakan yang kau tunaikan di sela-sela
Malam yang selalu panjang terasa
Terimalah duka sebagai mahar paling berharga
Kelak kau akan terima
Bila takdir selalu berputar bagai purnama
Di sana, duka dan cinta
Memainkan peran dengan sempurna
Di sela-sela airmata
Wahai wanita, biarkan aku mengusap bulir-bulirnya
Yang kelak akan sangat berharga
Lalu isakmu mereda, dan kau lagi bertanya: "apa aku tak dapatkan cinta?"
Wahai wanita, cinta ialah buah yang belum ranum dari pohonnya
Pada waktunya, ia akan menjelma jadi duka
Rasa yang akan kau petik kala masanya tiba
Di jarimu, wahai wanita, kusematkan purnama
Agar nanti kau, bahagia, jadi mempelaiku yang tersenyum bahagia
Di surga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar