Ada yang lebih tak sederhana dari kata-kata
Ialah pikiran yang menolak untuk digetarkan lidah
Aku bukan penyuara ulung
Dan selama ini jemariku lebih tau caranya bekerja daripada lidah
Sebab itu, aku lebih fasih berkata-kata daripada bersuara
Suatu hari di jelang petang yang entah kapan
Di sebuah perempatan lampu merah
Di antara deretan mobil mewah
Aku melihat dia, orang yang hidup dari belas kasihan
Dulu, saat aku masih setia menduduki bangku kayu usang yang enggan diganti
Guruku yang berkacamata dengan sebelah tangkainya yang patah berkata
Untuk apa kenyang apabila hati tak tenang
Aku mengingatnya dengan jelas dan terasa segar
Seperti segelas es jeruk yang kuminum saat ini
Ingin rasanya aku bersuara kepada dia
Orang yang saban hari menjilat ludah dan lidahnya
Bersuara, tak hanya berkata
Mengucapkan kalimat sederhana yang diucapkan guruku yang tak kalah sederhana
Kepada dia, orang yang selama ini menghidupiku, bahwa:
Buat apa kenyang apabila hati tak tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar