Pertemuan
dan perpisahan adalah jodoh abadi yang tak akan mungkin muncul tanpa disertai
satu sama lain. Tak akan pernah ada sebuah awal pertemuan yang tidak diakhiri
dengan perpisahan. Siapapun dia, dalam keadaan apapun, sebuah awal perkenalan pasti akan diakhiri dengan perpisahan. Yang membedakannya hanya waktu yang ada di
antara keduanya; kenangan yang tercipta di antara jeda tersebut.
Tak
selalu, sebuah awal pertemuan akan menimbulkan kesan baik dan menyenangkan.
Umumnya sebuah pertemuan–yang biasanya–tidak sengaja akan menimbulkan kesan
seperti itu. Seperti yang terjadi pada Zuan, di tengah terik matahari yang
menyapanya, sebuah pertemuan yang–cukup–tidak menyenangkan dihadapinya.
“Jangan
dorong,” terdengar suara seseorang dari belakang Zuan saat dirinya bersama
mahasiswa baru lainnya sedang mengantri masuk ke dalam gedung kesehatan. Tes
kesehatan yang harus dilakukan seluruh mahasiswa baru dalam waktu bersamaan ini
menimbulkan antrian yang tidak sedikit. Satu angkatan mahasiswa baru berbaris
rapi sejak pagi di depan gedung kesehatan. Prosedur tes kesehatan
yang–cukup–tidak efektif membuat banyak mahasiswa baru belum menjalani tes,
padahal hari sudah siang.
Antrian
di belakang Zuan makin tidak karuan, dorongan dari beberapa orang yang tidak
sabar membuat antrian menjadi tidak kondusif. “Pak, sudah siang nih,” teriak
salah seorang mahasiswa berbadan besar yang berdiri tak jauh dari belakang
Zuan. Seorang panitia–yang sepertinya dosen–tidak mampu menenangkan
ketidak-sabaran para mahasiswa baru.
Sebuah
dorongan keras dari arah belakang dirasakan lagi oleh Zuan, dirinya yang tidak
siap, langsung oleng dan jatuh menubruk seseorang di depannya; mahasiswi.
"Ah, maaf, ga sengaja," ucap Zuan seraya menangkupkan kedua tanganya
di depan dada.
Perempuan
berwajah khas bumi parahiyangan dihadapan Zuan hanya tersenyum masam pertanda
maklum. Dia memegang sikunya, sedikit terluka sepertinya.
"Kamu
nggak apa-apa?" tanya Zuan saat melihat ekpresi kesakitan di wajah
perempuan itu.
"Nggak
apa-apa," ucap perempuan tersebut,
kemudian dia beranjak saat gilirannya tes
kesehatan tiba. Dia segera masuk ke dalam gedung dan diperiksa oleh petugas
medis.
Zuan
memandangi perempuan tersebut, sampai gilirannya tiba. Pertemuan yang sangat tidak sengaja, dengan
cara yang–cukup–tidak
menyenangkan. "Cukup manis," gumam Zuan seraya tersenyum mengomentari paras mahasiswi
tersebut.
***
Pernahkan
kamu berpikir dan menyadari, bahwa tidak pernah ada yang bernama kebetulan.
Tuhan melalui pertanda alam sering bermain-main dengan rekaan yang tak pernah
bisa diduga. Sebuah pertemuan yang tidak sengaja bisa menjadi sebuah awal yang
bahagia, walau terkadang menimbulkan luka di dada.
“Kamu
masih ingat semua hal itu?” tanya Zuan pada kekasihnya, Zahra.
Suasana
kafe cangkir cukup lengang, hanya ada beberapa mahasiswa–termasuk Zuan dan
Zahra. Zahra menganggup pelan seraya menyesap ice mocchacino kesukaannya. “Bagaimana aku bisa melupakan pertemuan
pertama denganmu. Pertama kalinya aku ke kampus ini, langsung sebuah luka yang
kamu berikan,” ucap Zahra seraya tertawa kecil.“
Zuan
ikut tertawa mendengar ucapan Zahra, perempuan berwajah khas bumi parahiyangan
itu mengingatkannya kembali pada awal pertemuannya dengan dia. Insiden dorong
mendorong yang membuat kesan pertama mereka bertemu tidak menyenangkan. “Haha,
aku percaya tidak ada yang namanya kebetulan. Setiap kejadian selalu berkaitan,
sebelum atau sesudahnya. Seperti saat ini, mungkin saja, kejadian tersebutlah
yang membuatmu tetap mengingat pertemuan pertama denganku.”
Zahra
menatap lekat kedua bola mata Zuan, di sana dia menemukan kelembutan dan
kehangatan lelaki yang menjadi kekasihnya sejak empat tahun yang lalu itu. Dia
tersenyum, dadanya menghangat. “Ya, aku pun demikian. Begitu banyak pertemuan
dengan lelaki, dan pertemuan denganmu menjadi sesuatu yang memiliki ingatan
tersendiri, di sini,” ucapnya menunjuk ke arah dadanya.
“Lalu,
apa lagi yang kamu ingat tentang pertemuan kita?” tanya Zuan.
Zahra
memejamkan matanya, seolah mencari cerita yang tersesak di dalam kepalanya
untuk dibacakan kembali kepada Zuan. “Apa perlu kuceritakan semuanya padamu?”
Zahra balik bertanya.
“Ceritakanlah,
aku ingin mendengarnya, walau aku pun tak pernah melupakan setiap pertemuan
kita.” Zuan menggenggam jemari Zahra, dan tatapannya membalas tatapan perempuan
yang dicintainya itu. Seolah berbicara, kedua mata mereka berkomunikasi, dan
senyuman hangat bermekaran di bibir mereka masing-masing.
Terkadang
ada hal-hal yang tak perlu diucapkan agar kita mengerti. Cukup dengan sebuah
anggukan, mimik wajah, kedipan mata atau bahkan sebuah ekspresi diam, mampu
membuat kita mengerti dan memahami apa yang ingin disampaikan.
Zuan
dan Zahra masih beradu pandang dalam diam. Serupa itulah cara mereka
membicarakan kenangan. Tak perlu suara, sebab mata mereka dapat membaca cerita
tentang kenangan mereka melalui tatapan. Seolah barisan aksara menjelma di
kedua bola mata, dan mereka saling membacanya masing-masing.
Suasana
di cafe cangkir mulai ramai, saat semakin banyak mahasiswa yang berpakaian sama
dengan Zuan dan Zahra memasuki ruangan. Beberapa di antaranya memberikan
lambaian tangan dan sapaan kepada Zuan dan Zahra, yang juga dibalas dengan
lambaian tangan dan senyum oleh keduanya.
“Ah,
ternyata mereka di sini.” Tetiba suara khas yang sangat familiar terdengar dari
arah pintu masuk. “Hey, pasangan romantis, kalian tuh hobi banget yah
menghilang dan ninggalin kita,” ucap Prita dengan suara melengkingnya yang
khas. Dia datang bersama Rudi, Fathya dan Wira yang muncul di belakang Prita.
Zuan
melepaskan tautan jemarinya di jemari lembut milik Zahra. Bertautan tangan dihadapan orang lain
merupakan hal yang tidak biasa di universitas islam ini. “Biarkan kami
menikmati privasi ini,” ucap Zuan yang kemudian dilanjutkan dengan tawa kecil.
“Nggak
terasa yah,” ucap Fathya yang sudah duduk di samping Zahra. Rudi dan Wira
memilih duduk di samping Zuan.
“Ya,
kadang waktu terasa begitu cepat terlewat.” Wira menjawab ucapan Fathya.
“Ah,
aku bakal kengen kalian nih. Kangen kumpul di sini setiap jam makan siang,”
ujar Prita dengan mimik wajah yang menyiratkan kesedihan. Prita yang selalu
terlihat senang dan ceria merupakan perempuan yang sangat ekspresif, dia selalu
mengekspresikan apa yang dirasakannya, baik saat senang dan sedih.
“Sudahlah,
jangan merusak suasana bahagia saat ini. Kamu nggak kasihan dengan Rudi apa?
Dia tuh sekarang lagi senang sebab bisa lulus tepat waktu, masa kamu bahas
sesuatu yang mellow sih,” ucap Zahra
sembari meledek Rudi.
Gelak
tawa pecah di antara mereka semua. Pertemuan, pembicaraan dan gelak tawa
seperti ini akan menjadi hal yang akan dirindukan oleh mereka berenam.
“Semoga
kedekatan kita nggak menghilang setelah ini. Toga ini bukan sebuah tanda akhir
kebersamaan kita lho.” Rudi menunjuk Toga yang dikenakannya. Hari ini menjadi
hari yang membahagiakan bagi mereka dan teman-teman satu angkatan lainnya.
“Ya
benar, setiap pertemuan dengan kalian selalu menyisakan cerita yang dengan
senang hati akan kukenang. Terutama setiap pertemuan dengan kamu,” ucap Zuan
khusus pada Zahra. “Tiap pertemuan denganmu adalah hal tak pernah kuinginkan
untuk berakhir.”
“Hey,
sudahlah, jangan juga merayu di saat seperti ini,” ucap Wira kepada Zuan dan
Zahra, dan gelak tawa kembali pecah.
Setiap
pertemuan memiliki kisahnya masing-masing. Selalu ada cerita yang tercipta, dan
menjelma menjadi kenangan, entah bahagia ataupun duka. Dan bagi Zuan, setiap
pertemuan dengan kawan-kawan dekatnya ini merupakan pertemuan yang tak pernah
diinginkannya untuk berakhir selepas masa kuliah ini, dan khusus dengan Zahra,
dia tak pernah terpikirkan untuk berhenti bertemu dengannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar