Jumat, 07 Januari 2011

Pelangi di Kala Senja

Kringggg!!! Kringgg!! Bel sekolah berbunyi pertanda jam belajar telah selesai. Di sebuh lorong sekolah SMU Bangsa, seorang perempun muda berkacamata tergopoh-gopoh berlari mengejar teman prianya.
“Adittt… Adiiitt… tunggu sebentar !!” teriak Andini dari kejauhan
“iya din, ada apa? Kok kamu lari-larian begitu?”
“iya ini dit, aku punya selembaran lomba menulis puisi. Kan kamu pinter bikin puisi tuh, lumayan loh hadiahnya kalau kamu coba ikutan lomba ini dan bisa menang.”
Adit terdiam sejenak, lalu berkata “makasih ya din, nanti aku pikirin dulu mau ikut atau nggak”

***


Duta Buana Publishing Present

Buat kamu-kamu yang senang menulis dan memiliki tulisan (cerpen, novel atau puisi) masukan karya tulisan kamu. Acara ini bebas usia dan tidak dipungut biaya apapun. Pemenang akan mendapatkan hadiah yang menarik dari panitia dan karya tulisannya akan di masukkan dalam kumpulan tulisan lainnya. Pendaftaran ditutup tanggal 31 Maret, Info lebih lanjut hubungi marisa 08128988xxx.
Didalam sebuah ruangan yang sedikit berantakan oleh baju, buku, dan berbagai novel yang berserakan di atas kasurnya, Adit mengeluarkan secarik kertas yang ada di dalam tasnya lalu ia membacanya, sebuah selebaran yang diberikan oleh Andini tadi siang.
Hmm, aku ikut nggak ya?. Kalau aku ikut, aku mau ikut kategori yang mana ya? novel, cerpen apa puisi yah?. Sepanjang hari hingga malam pun tiba, Adit terus bertanya-tanya dalam diri mencoba mengumpulkan keyakinan dalam dirinya.

***

Sepulang sekolah Andini mendatangi kelas Adit, untuk meyakinkan sahabatnya ini untuk berani mengikutsertakan karya tulisannya.
“hai din, kamu mau tanya tentang keikutsertaan aku” ucap Adit saat melihat Dini berjalan ke arahnya.
“hahaha, iya nih… gimana? Kamu jadi ikut nggak?”
“hmm, aku pengen tau dulu, hadiahnya buat yang juara itu apa, kalau hadiahnya menarik, aku ikut deh. Hehehe.”
“woo, belom ikutan udah tanya hadiahnya aja.” Cemooh Andini kepada Adit.
“yudah-yudah, aku mau telepon CP nya dulu yah, tunggu sebentar.” Adit perlahan berjalan menjauh dari Andini dan memulai percakapan dengan panitia acara lomba tersebut.
Percakapan antara Adit dengan panitia acara berlangsung singkat. Lalu Adit kembali menghampiri Andini dengan wajah semringah.
“aku bakal ikutan lomba itu Din”
“wah bagus deh, panitianya ngomong apa sampe kamu langsung mutusin buat ikut lomba.” Tanya Andini masih keherenan dengan perubahan pikiran Adit.
“kata mbaknya, juara pertama bakal dapat notebook sebagai hadiahnya” jawab Adit dengan mood ceria “lumayan Din buat ganti laptop lama aku. Hehehe. Besok temenin aku kirim naskahnya yah.” Lanjut adit.
Pelangi di Kala Senja

Aku seperti senja
Yang indah mengandung ironi
Menggores keindahan dibalik kesedihan

Aku seperti senja
Yang kehilangan cahaya menuju gelap
Telah lenyap warna tak bersinar

Aku mencari pelangi
Agar senja lebih berwarna
Aku inginkan pelangi
Pelangi di kala senjaku

Andini membaca puisi karya Adit yang ingin dikirimkan untuk lomba. Didalam hati ia mengagumi karya temannya ini, dia bergumam dalam pikirannya andai saja dia bisa menjadi pelangi tersebut, menjadi sebuah pewarna yang menghiasi senja yang indah namun tersirat kesedihan dan kesepian.
“gimana Din puisi yang aku tulis ini? bagus nggak?” tanya Adit
“bagus kok bagus.. ini puisi tentang kamu sendiri Dit?”
“eehhmmm gimana yah?” Adit terlihat sedikit kebingungan “iya sih Din, ini puisi menggambarkan suasana hati diriku saat-saat ini.”
“ohh begitu, yaudah-yaudah kita kirim sekarang aja naskah puisi ini” Dini mencoba mengalihkan pembicaraan.
Adit mulai memasukkan naskah puisinya kedalam map coklat dan menuliskan idenditas dirinya serta alamat yang dituju.
***
Waktu pengumuman pemenang lomba telah tiba, dan mereka pun mengecek daftar pemenangnya melalui situs panitia. Dan ternyata puisi yang dituliskan oleh Adit mendapatkan juara pertama di lomba tersebut. Pemenang dijadwalkan untuk mengambil hadiah serta membacakan puisinya saat penyerahan hadiah.
“Din, aku juara Din” Adit berbicara dengan Andini melalui telepon dangan nada senang. “coba kamu ada disini Din melihat langsung pemberitahuan ini, mang kamu sekarang lagi dimana? Kok nggak masuk sekolah?.”
“wah selamat ya Dit, puisi kamu bagus kok, cocok kalau kamu yang menang. Memang kapan penyerahan hadiahnya? Aku lagi pergi ke rumah bu’de aku nih.”
“menurut jadwal lusa Din acara penyerahan hadiahnya, kamu hati-hati dijalan yah dan cepatbalik yah yah biar bisa liat aku pegang pialanya. Hahhaha” ucap Adit seraya tertawa.
“amin, makasih yah Dit.”

***

Saat akan baru berangkat menuju tempat penyerahan hadiah handphone Adit bergetar, ada telepon masuk dari nomor orangtua Andini. Adit bertanya-tanya dalam benaknya, tumben-tumeben sekali orangtua Andini menelepon dia.
“hallo, Assalamualaikum tante” salam Adit
“walaikum salam nak Adit, nak Adit sedang apa? Tante ingin mengabarkan ke nak Adit, kalau Andini mengalami kecelakaan dansekarang sedang dirawat di rumah sakit Syahid.” Tante Linda menjelaskan
“innalillahi.. baik tante saya akan langsung menuju kesana.” Adit langsung menghidupkan motornya dan bergegas ke rumah sakit dan melupakan acara penyerahan hadiah.

***

Adit tiba dirumah sakit dan langsung masuk ke dalam kamar perawatan, ia tampak sangat cemas melihat keadaan Andini yang belum sadarkan diri. Lantas ia menunggui Andini hingga ia sadarkan diri.
Lalu..Andini m membuka matanya dan melihat Adit yang duduk disampingnya menunggui dirinya.
“Aa..Adit.. kamu ngapain disini?” ucap Andini yang baru sadarkan diri. “bukannya hari ini adalah hari penyerahan piala lomba ya? Lalu kamu ngapa...” Adit lantas menghentikan racauan Andini dengan jari telunjuknya.
“aku khawatir sama kondisi kamu Din, aku takut..aku takut kehilangan pelangi ku.” Tersirat sebuat kesedihan dalam ucapan Adit.
“maksudnya?” Andini yang baru sadarkan diri masih bingung dengan keadaan yang dialaminya saat ini
“ya, kamu adalah pelangi. Kamu adalah pelangiku. Kamu yang lebih penting dari piala itu, sebab kamu adalah pelangi di kala senjaku.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar