Minggu, 25 Desember 2011

Dua Sisi

Aku selalu menatap senja yang memerah. Sinarnya teduh dan menyejukkan jiwa. Aku tahu kamu juga menyukai senja, namun dalam sudut pandang yang berbeda. Katamu, senja adalah kesedihan yang paling indah. Sinarnya merefleksikan setiap ironi dibalik sebuah pesona.

Aku menyenangi pelangi, lengkungnya menawarkan kebahagian saat sepasang mataku menatapnya yang berdiri kokoh di ujung cakrawala. Begitu pun denganmu, kau menggilai pelangi-sama sepertiku. Bagimu, pelangi adalah penawar duka paling indah, obat paling mujarab bagi yang terporak-porandakan oleh badai.

Aku dan kamu, bagai sisi koin yang selalu bersama namun bersisian. Kita menyukai hal yang sama namun melihat dari sisi yang berbeda. Seperti saat mendefinisikan bahagia. Bagiku, bahagia adalah saat bersamamu, namun bagimu berbeda. Kamu mendefinisikan bahagia dengan tangisan dan air mata. Bagimu, bahagia adalah saat melihat sahabatmu yang lain tertawa saat bisa mendapatkan diriku.

Aku dan kamu seperti air dan minyak yang bersatu dalam sebuah bejana. Kita bersatu, namun tak pernah menjadi satu. Selalu ada sisi yang membatasi. Kita hanya dua zat yang terkukung dalam sebuah bejana bernama persahabatan.

Sabtu, 03 Desember 2011

Resensi Novel : Iqra


Judul : Iqra’!
Penulis : Reza Nufa
Penerbit: Diva Press
ISBN : 978-602-978-907-2
Tebal : 370 halaman

Alam adalah tempat belajar yang paling luas. Dari alam dan lingkungan sekitar kita dapat mempelajari hal-hal lain yang tidak diajarkan di bangku sekolah manapun. Novel Iqra’! adalah novel debut seorang penulis muda yang bernama Reza Nufa. Novel yang bercerita tentang tokoh Asep dan kehidupan serta cara pandangnya melihat alam dan lingkungan.

Asep adalah seorang pemuda yang lahir disebuah desa kecil dan hidup dengan Nenek Aminah, neneknya yang sangat bijak dan dia sayangi. Berkat bimbingan Nenek Aminah ini Asep tumbuh menjadi seorang pemuda yang kritis dan peduli akan lingkungan. Nenek Aminah sering memberi nasehat kepada Asep, yang nantinya nasehat-nasehat itu akan dapat membuat Asep menjadi lebih bijak dan cerdas dalam menjalani hidupnya.

“Dalam tubuhmu itu, ada jiwa. Perasaan itu bersumber dari jiwa. Jiwa itulah yang membuat hatimu bisa menyadari baik dan buruk. Jadi, tetap ada hubungannya dengan hati yang kamu sebut tadi. Hati itu adalah rumahnya perasaan.” (Hal 16)

“Nak, alam itu sudah terikat dengan aturannya sendiri. Mereka tidak punya akal namun mereka tidak akan salah dan tidak boleh disalahkan.” (Hal 99)

Asep yang tumbuh dewasa melanjutkan sekolahnya di kota. Dia hidup bersama Kang Jalal yang merupakan kenalan dekat Nenek Aminah. Asep disekolahkan oleh Kang Jalal, dia satu sekolah dengan anak perempuan Kang Jalal, yaitu Nisa. Selama sekolah dan tinggal dikota, Asep semakin banyak melihat problematika kehidupan. Wawasan dirinya terus bertambah dan semakin kritis terhadap fenomena yang terjadi. Maka dari itu dia menuliskan semua unek-unek pikirannya di sebuah buku, yang nanti diberi judul IKRO. Melalui buku itu, Asep bercerita banyak tentang apa saja yang ada di dalam benaknya ; tentang kehidupan masyarakat, fenomena perbedaan agama, tentang lingkungan, tentang dirinya menyikapi perasaan cinta dan hal lainnya.

Di novel ini, terdapat banyak sekali pesan moral yang dapat dipetik. Banyak sekali makna yang dapat diambil dengan membaca novel ini. Hampir disetiap bab yang ditulis oleh Reza Nufa, selalu ada quotes-quotes yang mengajak pembaca memikirkan kembali apa yang telah kita lakukan selama ini. Novel ini juga seolah menjadi cermin dari sudut pandang kita memandang lingkungan sekitar.

“Ada banyak sekali. mereka mengkotak-kotakkan diri. Mereka saling membiarkan, mereka tidak saling bersatu.” (hal 212)


”Ada banyak gerombolan manusia primitif di bangsa ini, bahkan mereka yang mengaku elit.”

Novel Iqra’! adalah sebuah novel yang menginstrepretasikan pemikiran Reza Nufa yang dituangkan dalam tokoh Asep, sebagai kritik sosial secara tidak langsung. Novel ini merupakan curahan hati secara tidak langsung dari Reza Nufa yang miris akan apa yang terjadi kepada bangsanya. Melalui novel ini, pembaca akan secara tidak langsung akan menyelami pemikiran-pemikira yang dipikirkan oleh penulis dan orang-orang secara umumnya.

Pesan yang cukup kuat dalam novel Iqra’! ini menjadi kekuatan utama dalam novel ini. Penggunaan kalimat-kalimat metafora yang penulis gunakan dalam novel ini, semakin menambah warna tersendiri saat membaca novel ini. Penulis juga sering menggunakan analogi-analogi dalam percakapan binatang, tumbuhan dan makhluk lainnya sebagai contoh kasus.

“Itulah binatang, Nak. Mereka tidak punya akal. Gara-gara semut yang satu tidak ada antenanya jadi dianggap berbeda oleh semut yang lain.” (Hal 15)

Walaupun secara materi, novel ini memiliki nilai yang sangat bagus. Namun novel ini memiliki kekurangan, yaitu dalam hal narasi. Narasi yang dituliskan dalam novel Iqra’! ini sedikit bertele-tele yang bisa membuat pembaca sedikit bosan. Dan tempo yang digunakan oleh Reza Nufa dalam novel ini juga tidak stabil. Terkadang dalam satu bab tempo yang digunakan lambat, bahkan sangat lambat. Namun, di bab lainnya tempo yang hadir di bab tersebut sangat cepat.

Diluar kekurangan yang ada di novel Iqra’! ini, novel ini tetap merupakan novel yang sangat bagus dan ‘berbobot’. Banyak sekali nilai dan pesan moral yang dapat dipetik setelah membaca novel ini. Membaca novel ini, pembaca dapat merenung, tertawa, tersenyum dan bahkan menangis.

Jumat, 02 Desember 2011

Resensi Novel : Dunsa



Judul : Dunsa
Penulis : Vinca Callista
Penerbit: Atria
ISBN : 978-979-024-492-4
Tebal : 453 halaman

Bagaimana rasanya jika setelah hidup selama 17 tahun, dan tepat di hari ulang tahun ke-17 itu, kita dihadapkan kenyataan yang tidak pernah dibayangkan? Itulah yang dialami oleh Merphilia Dunsa, dia yang selama ini tinggal di sebuah tempat terpencil bersama bibinya, baru mengetahui asal usul dirinya yang sebenarnya di hari ulang tahunnya yang ke-17.

Dunsa adalah sebuah karya fiksi fantasi dari Vinca Callista. Novel yang bercerita seorang perempuan bernama Merphilia Dunsa yang tinggal bersama bibinya, Bruzila Bertin, di sebuah pedalaman hutan di daerah Tirai Banir yang berada dalam sebuah dunia yang bernama Prutopian. Di Prutopian terdapat empat Negeri Besar, yaitu Delmorania, Ciracindaga, Fatacetta dan Niraniscala, serta beberapa tempat lainnya yang tidak menjadi bagian dari empat negeri besar tersebut. Di Prutopian hidup berbagai jenis makhluk. Negeri Fatacetta merupakan negeri para peri yang disebut Fatta. Di bagian utara Prutopian, yaitu Kepulauan Borelis merupakan tempat terlarang, karena banyak monster yang tinggal disana, seperti Canisadin, Oro-Roku dan lainnya. Di Prutopian juga ada golongan Zauberei yang merupakan kelompok penyihir, mereka tinggal di Pegunungan Isaura. Dunsa sendiri tinggal di hutan Tirai Banir yang berada di dalam kekuasaan negeri Niraniscala.

Di hari ulang tahunnya yang ke-17. Merphilia Dunsa baru mengetahui asal usul dirinya yang sebenarnya. Dia adalah keturunan dari seorang wanita yang menamai dirinya Ratu Veruna–lebih dikenal dengan sebutan Ratu Merah–yang pernah memporak-porandakan negeri Niraniscala di masa lalu–saat terjadi Perang Merah antara Ratu Veruna dan negeri Niraniscala– dan berhasil membunuh Claresta Ardelazam yang merupakan Raja Niraniscala pada saat itu, yang juga ayah dari Dunsa. Ya, Dunsa adalah anak dari hubungan gelap antara Raja Claresta dan Ratu Merah yang bernama asli Megorgo Dunsa.

Di hari ulang tahunnya yang ke-17 juga, Dunsa diberitahu oleh Zeuberei bahwa Ratu Merah yang harusnya sudah mati saat terjadi Perang Merah, telah dibangkitkan kembali oleh sebuah sihir kuno yang dituliskan dikitab sihir kuno yang tidak diketahui keberadaannya dan tidak ada yang tahu siapa yang membangkitkan Ratu Merah. Zeuberei memberitahu Dunsa bahwa di kitab kuno tersebut disebutkan bahwa prajurit terpilih yang mampu membunuh Ratu Merah hanya orang yang berasal dari Ratu Veruna itu sediri, dengan kata lain adalah anaknya, yaitu Dunsa. Hanya dialah yang mampu membunuh kembali Ratu Merah yang merupakan ibunya. Dan dia diminta untuk tinggal di istana Naraniscala, untuk bergabung dengan Sena Naraniscala–tentara negeri Naraniscala.
Sejak hari itu, hidup Dunsa berubah total. Dia yang selama ini hidup hanya berdua dengan Bruzila di hutan Tirai Banir, kini harus tinggal di Istana Naraniscala, dimana hampir seluruh penghuni istana membencinya karena dirinya adalah keturunan Ratu Merah. Hanya Ratu Alanisador Ardelazam–penguasa Naraniscala saat ini–dan Pangeran Skandar Ardelazam–putra Maharaja Claresta Ardelazam–yang percaya dan memberi dukungan kepada Dunsa di awal kehadirannya di istana Naraniscala. Sejak itu Dunsa menjalani pertualangannya bersama Pangeran Claresta dan Jendral Adelarda untuk mencari cara untuk membunuh Ratu Merah.

Di novel ini Vinca Callista mengajak pembaca untuk menikmati liarnya imajinasinya. Dunsa bukan hanya novel yang bercerita tentang peperangan antara Ibu dan Anak saja. Dengan kekuatan deskripsi yang kuat, Vinca Callista membuat kita saat membaca mampu menerjemahkan suasana dan latar tempat di dalam cerita dengan baik. Novel ini pu mengkisahkan tentang cinta yang melebihi batas ‘darah’ dan persahabatan yang sangat kuat yang diperlihatkan oleh Bruzila Bertin. Twist-twist yang dihadirkan oleh Vinca Callista di setiap chapter, membuat pembaca selalu berdebar-debar. Kisah cinta segitiga antara Pangeran Claresta, Dunsa dan Putra Mahkota Wavilerma menjadi semacam bumbu-bumbu yang menambah cita rasa novel ini saat dibaca. Secara umum novel ini nyaris tidak ada celah kekurangannya. Novel yang wajib dibaca bagi pembaca yang sangat menggilai cerita fantasi dan pertualangan.

Peresensi : Danis Syamra
Id Twitter : @danissyamra
Email : da.nis_syamra@yahoo.com