Aku selalu menatap senja yang memerah. Sinarnya teduh dan menyejukkan jiwa. Aku tahu kamu juga menyukai senja, namun dalam sudut pandang yang berbeda. Katamu, senja adalah kesedihan yang paling indah. Sinarnya merefleksikan setiap ironi dibalik sebuah pesona.
Aku menyenangi pelangi, lengkungnya menawarkan kebahagian saat sepasang mataku menatapnya yang berdiri kokoh di ujung cakrawala. Begitu pun denganmu, kau menggilai pelangi-sama sepertiku. Bagimu, pelangi adalah penawar duka paling indah, obat paling mujarab bagi yang terporak-porandakan oleh badai.
Aku dan kamu, bagai sisi koin yang selalu bersama namun bersisian. Kita menyukai hal yang sama namun melihat dari sisi yang berbeda. Seperti saat mendefinisikan bahagia. Bagiku, bahagia adalah saat bersamamu, namun bagimu berbeda. Kamu mendefinisikan bahagia dengan tangisan dan air mata. Bagimu, bahagia adalah saat melihat sahabatmu yang lain tertawa saat bisa mendapatkan diriku.
Aku dan kamu seperti air dan minyak yang bersatu dalam sebuah bejana. Kita bersatu, namun tak pernah menjadi satu. Selalu ada sisi yang membatasi. Kita hanya dua zat yang terkukung dalam sebuah bejana bernama persahabatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar