Rabu, 18 Januari 2012

Aku Benci Kamu Hari Ini

Radiv terdiam, pikirannya melayang dan berputar-putar pada kejadian-kejadian yang sudah terjadi. Dalam benaknya bayangan Stella berpendar dan merajai lamunannya saat ini. Stella adalah perempuan yang dicintai oleh Radiv. Demi dia, Radiv rela menahan derita dalam dirinya. Radiv menjadi seorang masokis jika dihadapkan pada Stella, dia menyukai dan menikmati setiap luka dan derita yang ditorehkan oleh gadis itu.

"Malam ini adalah malam ke 100. Masihkah rasa angkuhmu menutupi kehadiranku?" Radiv bermonolog di hadapan jendela. Pandangannya kosong menatap bulan yang bersinar redup, ada awan kelabu yang meutupi sinarnya, mungkin awan itu sedang bersimpati kepadanya.

Radiv menggenggam ponsel ditangannya. Dalam lamunan dia berharap benda komunikasi itu akan bergetar dan memunculkan nama Stella, lengkap dengan jawaban penerimaan maaf di dalamnya. Baru saja Radiv mengirimkan ucapan maaf yang kesekian banyaknya -tak mampu diingat- kepada Stella. "Kenapa kamu marah atas fakta yang benar terjadi? Kekasihmu itu memang benar-benar selingkuh. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Tapi, kenapa kamu menyalahkanku dan menganggap aku pria berengsek yang berusaha mengacaukan hubunganmu? Tidakkah kau sadar bahwa aku menyayangimu?"

Waktu berjalan lambat seolah menemani Radiv merenung. Cinta terkadang membuat logika lumpuh dan harga diri turun serendah-rendahnya. Bagi Radiv, untuk mendapatkan satu kata 'maaf' dari Stella, dia rela hatinya tergores dan terluka dalam, namun tak pernah ada kata benci dan menyerah yang terucap di bibir Radiv. "Tak apa, asal Stella memaafkanku," ucap Radiv di suatu kesempatan.

Sepertinya Tuhan dan semesta mendengar gundah yang dia rasakan. Setelah sekian banyak pesan yang dikirimkan, Stella membalas pesannya malam ini. Balasan yang cukup singkat dan tidak bertele-tele. "Aku memaafkanmu, asal besok kita bisa bertemu. Di taman dekat tempatku bekerja, sore hari."

Radiv tertegun, seolah tak percaya atas apa yang dia lihat dan baca. Besok? Ketemuan? ucapnya dalam benak. "Pasti. Dengan cepat jemari Radiv membalas pesan tersebut.

*

Hari yang dinanti tiba. Radiv dengan sumringah datang ke tempat yang ditentukan ; taman di dekat tempat Stella bekerja. Radi segera menuju ke tempat yang sudah sangat diketahuinya. Sebab ditenpat itu juga, pertama kali Stella marah terhadapnya. Hal yang kemudian membuat hubungan baik mereka berantakan. Ta benar, gara-gara fakta setitik rusak semua hubungan baik. Mungkin seperti itu pepatah yang tepat untuknya.

Sesampai di taman, Radiv melihat arloji yang melingkar di lengannya, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Sebentar lagi Stella akan datang. Dia menunggu dengan senyum dan setangkai mawar yang dibelinya di jalan. "Ini akan berakhir," ucap Radiv mantap. Dalam kepalanya terbayang Stella akan memaafkannya dan hubungan mereka akan sedekat dulu.

"Sudah nunggu lama?" Tiba-tiba terdengar suara yang sangat familiar dari belakang. Radiv sangat hafal suara ini milik Stella. Seketika itu dia membalikkan badannya dan bersiap untuk memeluk gadis itu segera. Tapi urung. Radiv meremas tangkai bungan mawar yang disembunyikan dibalik punggungnya. Gerahamnya bergetar menahan amarah.

"Nggak, baru aja," ucap Radiv tak peduli.

Stella berdiri dihadapan Radiv, lengannya merangkul erat lengan pria yang tak lain kekasihnya. "Radiv, aku maafin kamu. Aku sadar kalau aku salah udah ngebenci kamu selama ini. Aku sadar ini semua hanya salah paham. Rico sudah menjelaskan semuanya kok. Yang kamu lihat waktu itu adalah saat Rico nemenin sepupu perempuannya jalan-jalan. Jadi, Rico itu nggak selingkuh." Stella menjelaskan kronologi kebenaran peristiwa versi kekasihnya.

Radiv melihat sebuah sunggingan senyum memuakkan di wajah Rico. Brengsek, umpat Radiv di dalam hati. "Stel, aku nggak bohong. Perempuan itu bukan sepupunya. Masa iya, sepupu tapi ciuman?" ucap Radi memberikan kebenaran versi dirinya.

Plak. Sebuah tamparan melayang ringan. "Cukup, Di. Cukup. Kamu masih juga memfitnah Rico?"

Radiv terdiam, orang-orang yang sedang berjalan-jalan di taman berhenti berjalan dan melihat ke arah dirinya. Radiv mematung, sesaat pikirannya kosong. "Stell, hari ini kamu begitu bodoh. Kamu bukan yang aku kenal. Stella yang aku kenal nggak senaif ini. Aku benci kamu Stel. Hari ini, aku membenci kamu yang seperti ini." Kata-kata itu spontan keluar dari mulut Radiv. Kalimat yang tak pernah mungkin dia ucapkan dalam keadaan sadar. Aku benci kamu, Stel.

1 komentar: