Selasa, 17 Januari 2012

Sepucuk Surat (Bukan) Dariku

Jemariku bergerak lincah di atas kertas yang kusobek dari bagian belakang buku tulisku. Kugoreskan kata-kata indah yang mampu kubuat. Kuhidupkan naluri pujanggaku dan kutuangkan dalam lembaran kertas lusuh yang kupegang.

Besok adalah hari kasih sayang, dimana kata orang-orang, pada tanggal 14 Februari setiap orang di dunia akan menyatakan isi hati mereka dan berbagi kasih sayang. Entah diungkapkan melalui bunga, coklat atau bahkan puisi. Dan aku sepertinya akan memilih untuk mengungkapkan kasih sayangku di pilihan ketiga.

Disekolahku, selalu ada tradisi unik untuk merayakan hari kasih sayang. Panitia OSIS mengadakan lomba 'Surat (Untuk) Cinta' dimana mereka mengumpulkan surat cinta/puisi dari murid-murid yang ditujukan kepada murid yang disukai. Dan aku ambil bagian dalam acara -yang sepertinya tidak berguna- itu.

Diam Dalam Kebisingan

Dengarkah dirimu akan dentang jantungku?
Yang berdetak menggemakan namamu di seluruh sel tubuhku.
Memanipulasi perasaan
Dan meracuni setiap logika.

Aku tak tahu apa yang kau pikirkaan
Tapi aku tahu bahwa aku memikirkanmu
Dalam diam, hati selalu berkata.
Aku mengagumi, aku menyukaimu, aku menyenangimu dan aku mencintaimu

Dihadapmu aku diam
berpura acuh dan abai terhadapmu
Aku berdusta
Dalam diam, hatiku berdetak penuh kebisingan
.

Aku tersenyum. Setelah beberapa kali, akhirnya aku puas akan hasil tulisanku ini. Segera kutuliskan namaku dan namamu. Dari Ryan kepada Marcella.

*

Hari yang ditunggu tiba. Hari sudah melangkah, waktu sudah berputar selama 24 jam. Siang ini, akan dibacakan semua surat yang dikirimkan. Aku berdiri dengan kaki sedikit bergetar. Aula sekolah penuh dengan murid-murid yang sama tak sabarnya denganku. Menanti dengan gugup surat mereka akan dibacakan.

Sudah beberapa surat dibacakan oleh panitia OSIS, itu artinya beberapa kebenaran perasaan sudah terungkap. Kulihat Rara mengambil surat berikutnya dari dalam kotak berisi kebenaran perasaan murid lainnya. Kuperhatikan Rara, sesaat aku terkenang atas kejadian beberapa waktu yang lalu, dimana wanita itu terang-terangan mengaku dirinya menyukaiku. Sebuah pernyataan yang cukup mengagetkanku, namun aku sadar tak ada celah untuknya di hatiku. Namun, sejak hari itu, Rara dengan gencar mengejar dan menempeliku, seolah aku miliknya.

"Diam Dalam Kebisingan." Rara mulai membacakan surat yang kutulis. Kudengar dirinya melantunkan puisi yang sudah kubuat dengan sepenuh hati. Kudengarkan dengan seksama hingga Rara selesai membacanya.

"Surat dari Ryan kepada...," ucapku menirukan apa yang dibaca oleh Rara. Marcella, kataku dalam hati. "Rara. Waw, ini surat buat gue sendiri? Makasi ya, Ryan. Aku suka banget sama puisi ini."

Aku tercengang. Perempuan itu memanipulasi suratku. Cih, surat itu bukan dariku. Lebih tepatnya, surat itu bukan untukmu, perempuan manipulator.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar