Senin, 23 Januari 2012

Kalau Odol Jatuh Cinta

Jatuh cinta adalah hak asasi paling dasar -setelah bernafas, bergerak dan berpendapat- hal itulah yang diyakini oleh Odol, seorang lelaki tulen. Dilahirkan dengan nama Fadhol, dia memiliki nama panggilan yang cukup unik ; Odol. Nama panggilan yang diberikan oleh babehnya ini membuatnya jadi bahan tertawaan teman-teman sekolahnya. Tidak hanya di sekolah dasar, nama panggilan Odol melekat pada Fadhol hingga lelaki berwajah khas betawi ini duduk di bangku SMA.

"Dol,lo lagi suka sama Friska?" ucap Bandar kepada Fadhol di sela jam istirahat. Fadhol hanya menjawab 'iya' dan mengangguk pelan tanpa mengalihkan pandangannnya dari semangkuk baso miliknya.

Gema yang duduk di samping Fadhol seketika mengalihkan pandangannya ke arah Fadhol. "Serius, Dol?" ucap Gema tidak percaya. "Lo lagi nggak sakit gigi,kan?"

Fadhol mendongak. Dibalikkanya sendok dan garpunya -menandakan dia sudah selesai makan. Fadhol mengambil tissue gulung yang ada di atas meja. Dilapkannya tissue tersebut ke bibir dan dahinya. "Lha? Memang kenapa kalau aku suka beneran sama si Friska? Ada yang salah?" tanya Fadhol heran menatap teman-temannya.

"Ya nggak sih, Dol. Cuma... ya gimana yah. Seorang Odol, suka sama Friska." Bandar menggantungkan kalimat yang ingin diucapkannya.

Fadhol menangkap pesan yang tak ingin diucapkan oleh Rahman. "Karena Friska itu cewek paling pinter di sekolah, sementara gua cowok yang selalu mendapat rekor kebakaran paling banyak di sekolah? Menurut kalian kebanting? Dan gua nggak bisa dapetin Friska?" Fadhol mulai meracau. Di-underestimate-kan oleh teman-temannya sendiri sudah menjadi makanan sehari-hari Fadhol.

"Bukan gitu juga, Dol. Lo mah emosian sih," ucap Gema mencoba menentramkan suasana. "Bukan maksud gue dan Bandar buat ngecilin nyali lo. Coba ya realistis aja gitu. Seorang Odol jatuh cinta sama nona pintar. Kita nggak mau lo kecewa belakangan aja sih."

"Emang kenapa kalau seorang 'Odol' jatuh cinta?" ucap Fadhol menekankan suara di nama panggilannya. Nama panggilan yang sebenarnya dirasa olehnya cukup tidak menyenangkan pendengarannya. Dia merasa selalu direndahkan oleh nama panggilannya itu. "Jatuh cinta itu hak asasi manusia kali. Seperti bernafas, bergerak dan berpendapat. Gak ada yang bisa ngelarang seseorang untuk jatuh cinta kepada siapapun."

Hening menghinggapi obrolan diantara ketiga sekawan ini. Gema dan Bandar lebih memilih untuk diam, daripada harus menyela dan menimbulkan perbedaaan pendapat yang tidak penting ini semakin besar.

"Lagijuga kan gue cuma suka. Cuma jatuh cinta. Bukan berambisi ngejadiin dia pacar. Jadi, yah... Kalau Odol jatuh cinta, ya nggak bakal terjadi apa-apa. Itu tandanya gue masih normal," ucap Fadhol merendahakn suaranya yang sempat meninggi. Mencoba untuk mencairkan kembali suasana makan siang yang sempat kaku.

Gema dan Bandar tersenyum. Tak lama bel pertanda jam istrihat berakhir sudah berbunyi. Diiringi tawa dan senyum, ketiga sekawan itu berjalan kembali menuju kelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar