Senin, 23 Januari 2012

Senja

Angin bertiup lembut, menarikan rambut-rambut tipis disekitar telinga. Membawa hawa tenang di raga. Menentramkan gundah yang melanda. Langit pun seperti berkonspirasi, awan-awan tebal menggantung, menambah sejuk suasana. Tentram.

Di sebuah tanah lapang, dikelilingi oleh alang-alang liar yang mulai meninggi, Rama duduk disana. Tangannya menggenggam erat jemari Raisa. "Mungkin ini senja terakhir yang bisa kita nikmati bersama," ucap Rama tenang. Matanya menatap arah matahari akan terbenam.

Raisa bergeming tenang. Tak ada kesedihan yang dirasakannya, walau pasti rasa takut kehilangan perlahan menelusup ke dalam hati. "Kapan jadwal keberangkatanmu?"

"Dua hari lagi."

Deg. Debar jantung Raisa mulai bereaksi. Batas waktu telah ditetapkan. Tinggal 2 hari lagi, dirinya dapat berada di kota dan negara yang sama dengan kekasihnya.

"Aku cinta kamu, Ra," ucap Rama lembut. Pandangannya menatap langsung ke dalam bola mata Raisa. Disentuhnya rambut di sekitar telinga Raisa dan diusap lembut pipi kekasihnya itu. "Aku nggak mau kehilangan kamu."

Matahari mulai lelah bertengger di puncak langit. Perlahan turun kembali ke peraduannya. Pilar-pilar jingga mulai tampak dibuku-buku awan. Menggantikan warna biru cerah yang mendominasi sepanjang hari.

Rama dan Raisa masih bisu dalam ucapan. Kini hati mereka yang berkomunikasi melalui mata. Ada isyarat yang hanya dapat diterjemahkan oleh debar jantung mereka. Rama tersenyum kecil. Di dekatkannya kepalanya ke arah wajah Raisa. "Tunggu aku, aku pasti kembali."

Raisa memejamkan matanya. Tak ada lagi keraguan. Tak ada bimbang dalam hatinya. Dia benar-benar mencintai lelaki yang ada di hadapannya. "Pergilah. Jangan ragu. Aku menunggumu disini," ucap Raisa setelah bibirnya terlepas dari bibir Rama.

Kecupan terakhir kembali dilakukan. Kali ini lebih lama. Tak ingin kehilangan waktu sedetik pun. Lalu keduanya berpelukan. Saling mencengkaram bahu satu sama lainnya. Merasa tak ingin berpisah.

Di bawah senja, Raisa melepas Rama tanpa air mata. Senyum terpatri kokoh di wajahnya. Tegar bersemayam dalam dirinya. Percaya, kekasihnya akan kembali untuknya. Setelah menjalani study masternya di Perancis.

Tak ada perpisahan yang lebih indah daripada perpisahan yang pasti akan kembali, dalam pelukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar