Jumat, 13 Januari 2012

Satu... Dua... Tiga...

Kutatap bola matamu yang bening. Terkilatkan keceriaan disana. Tawamu selalu terpampang di lucunya wajahmu. Ingin kucubit dan kusimpan sebagai kenangan.

Sejak tadi kuperhatikan kau berlari-larian kecil. Semangatmu menyematkan senyum di wajahku. Kamu, terus berbicara sambil berlari. Seperti tak ada habisnya tenangamu berceloteh kepadaku -meski aku tak paham apa yang kubicarakan.

Kutatap lekat beningnya bola matamu, aku senang. Namun ketika kupendarkan ke arah lain, seperti ada luka yang digoreskan oleh pandangan. Membuat hati terenyuh dan lunglai tak dapat menahan air mata.

"Aku mau nyanyi," ucapmu dengan suara melengking khas dirimu.

Aku mengangguk pelan seraya memaksakan senyum. "Mau nyanyi apa? Kakak mau dengar dong."

"Satu-satu, aku sayang ibu. Dua-dua, aku sayang ayah. Tiga-tiga, sayang adik kakak. Satu, dua, tiga, sayang semuanya."

Aku tertegun. Nyanyianmu menyadarkanku akan arti bersyukur. Membuatku mengerti arti dari semua yg masih kumiliki.

"Tapi, Kak. Dimana ya, Ayah, Ibu, dan Kakakku?" tanya gadis kecil berusia 7 tahun tersebut dengan polosnya.

Airmataku melesak keluar, tak mampu lagi tertahan haru yang dirasa. Hati lelah menahan isak yang tertahan. "Nanti Ayah, Ibu dan Kakakmu akan ditemukan," ucapku mengusap kepala gadis kecil tersebut. Gadis kecil itu adalah satu-satunya korban yang ditemukan dari bencana banjir bandang yang melanda desanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar