Jumat, 20 Januari 2012

Senyum Untukmu yang Lucu

Raisa memandangi selembar foto yang sudah mulai menguning. Foto antara dirinya dengan Rama saat merayakan acara wisuda dirinya beberapa tahun lalu. Foto tersebut tidak dapat membohongi berapa lama waktu yang telah jauh melangkah. Pikirannya melayang ke masa beberapa tahun yang lalu, bermain-main dengan mesin waktu untuk menonton kembali kisah itu. Sebuah senyum sedikit tersungging di bibirnya, senyum tulus tanpa ada getir yang menyelinap.

Diletakkannya kembali foto tersebut ke dalam tempatnya semula. Di dalam kotak kaleng kecil yang berisi foto dan benda kenangan lainnya. Raisa mengusap kotak tersebut, membersihkan debu-debu yang menempel di kotak tersebut. Sempat terlupa dan terabaikan sebelumnya, kini Raisa membuka dan mengeluarkan beberapa benda di dalam kotak tersebut.

Jemari lentik Raisa mengambil sebuah foto dirinya dengan Rama dibawah rinai hujan. Foto saat dirinya masih mengecap pendidikan di bangku SMA, sebuah foto yang sengaja di ambil orang seorang sahabatnya untuk dijadikan salah satu foto kenang-kenangan di buku tahunan sekolah. Raisa memejamkan matanya, mengingat kembali detail-detail kejadian di masa delapan tahun yang lalu itu. "Waktu memang terus berjalan, namun takkan pernah dapat menyentuh kenangan." Raisa berucap dalam benaknya sendiri. Sekali lagi senyum tersunggingkan dari bibir manisnya.

"Ahh, iya," ucap Raisa saat mengambil sebuah foto lagi. Dia tertawa kecil melihat foto tersebut. Foto saat perayaan ulang tahunnya yang ke 21, foto saat Rama berdandan menjadi seorang badut, lengkap dengan kostumnya. Raisa tertawa kembali mengingat kejadian tersebut. "Momen yang indah," ucapnya pelan.

"Dulu, kamu adalah penawar duka di keseharianku. Kalau ada kamu, gundah dan kekesalanku selalu dapat sirna terganti senyum jenaka dan lelucon yang selalu kau berikan. Kamu manis, dan sangat lucu." Raisa bermonolog kepada lembaran foto yang sudah sedikit memudar. "Nggak nyangka yah, keadaan kita sekarang kayak gini. Semoga kamu bahagia dengan semuanya. Setidaknya dulu, kita mengawali dengan baik-baik dan kita pun mengakhirinya dengan baik. Tanpa ada amarah, caci dan maki."

Dering telepon terdengar dari ponsel milik Raisa. Bunyinya yang nyaring memecahkan kesunyian yang tadi terjaga. "Ra, lo udah siap-siap? Lo tetep bakalan dateng kan ke "acara pestanya?" Terdengar celotehan Desi di speaker.

"Udah siap kok, lo kesini aja. Nanti kita berangkat jam delapan," ucap Raisa setelah melihat waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam.

"Lo yakin tetep dateng? Nggak bakal sakita hati nantinya?"

"Ya nggaklah, gua sama Rama putus baik-baik, Desi. Dan juga itu udah kejadian tiga tahun yang lalu kok. Santai aja," ujarku memberi pengertian kepada Desi. Ya, benar, takkan ada hati yang tersakit. Aku, kamu, dan kenangan kita, hanya akan ada di dalam kotak ini. Hanya dapat dinikmati, bukan untuk ditangisi. Raisa berbicara di dalam hati.

"Terus, pas ketemu Rama di pelaminan nanti, apa yang mau lo lakuin?" tanya Desi.

Raisa terdiam sejenak, "Mungkin gua bakal tersenyum. Senyuman buat badut lucu gua di masa lalu." Raisa terkekeh setelah mendengarkan ucapannya sendiri.

1 komentar: