Minggu, 05 Februari 2012

After The Rain

Hujan turun lagi. Aku berdiri di beranda kelas, memandangi air yang terus menetes tanpa jeda. Suasana riuh dalam kelas tak tergubris olehku. Perhatianku tersita penuh memandangi arah keluar, memperhatikan langit yang mengandung awan hitam yang memburaikan mata air dari sana. Langit terlihat sangat kelam, padahal tadi siang suasana cerah masih menyelimutinya.

Kulirik jam tangan yang melngkar di pergelangan tangan kananku. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore. Sebentar lagi bel pertanda pulang sekolah akan berbunyi nyaring, yang akan disambut gembira oleh semua teman-temanku. "Gar, kok bengong? Kamu sakit?" Perhatianku teralihkan, mataku berpindah pandangan. Dari langit ke arah kananku, mendapati Sofia berdiri disana.

"Ah, nggak kok. Cuma seneng aja ngeliatin hujan turun. Teduh gimana gitu," ucapku seraya tersenyum kecil. "Lo udah siap-siap pulang aja, bel juga belom." Aku melihat Sofia sudah menyandangkan tas biru langitnya di punggung.

Sofia tersenyum. Manis. Lengkung bibirnya berelegi dengan kontur wajahnya yang mungil. Menciptakan sebuah ekspresi menyenangkan setiap melihat perempuan seperti Sofia tersenyum. "Sebentar lagi juga bel," ucap Sofia setelah melihat jam digital yang terdapat di ponselnya. Dan benar saja, bel berbunyi nyaring beberapa detik kemudian.

"Ah, pas banget. Hujannya udah mulai reda, tinggal gerimisnya doang. Jadi ga bakal basah-basah banget pas pulang nanti." Aku berkata kepada Sofia, yang dijawab dengan anggukan kecil olehnya. "Gua ambil tas dulu." Aku beranjak ke dalam kelas. Suasana masih riuh. Beberapa temanku masih asik berkumpul di satu meja dan bercerita dengan seru.

Aku melangkah keluar kelas dan berdiri di pintu kelas sebelah. Kuedarkan pandanganku. Mencari dimana dia, Sarah, teman seperjalananku saat pulang. Rumahku dan rumahnya satu arah pulang, jadi hampir setiap hari aku pulang bersamanya.

"Kamu pulang sama Sarah lagi yah?" ucap Sofia kepadaku yang berdiri di dekat pintu.

Sekali lagi perhatianku teralihkan kepada wanita berwajah manis itu. "Ah, iya nih. Tapi mana yah itu orang?" Mataku kembali mencari Sarah. "Hoy, Sar. Bareng nggak?" ucapku seketika saat menemukan perempuan itu masih asik bercengkerama dengan teman-teman perempuannya di bangku paling belakang kelas.

Sarah menengok ke arahku. Obrolannya yang -sepertinya- seru terhenti sejenak. "Eh, Gar. Kayaknya kamu pulang duluan aja deh yah. Soalnya abis ini aku mau main ke rumahnya Rani dulu."

"Oh oke," ucapku mengerti. Hampir dua tahun aku pulang bersama Sarah. Sejak pertama mengenalnya di kelas satu. Perkenalan biasa di tempat kita biasa menunggu angkutan umum pasca bubaran sekolah. "Oiya, kamu belum mau pulang, Sof?" ucapku kepada Sofia yang asik memencet gadgetnya.

"Aku nunggu di jemput papaku. Tapi papaku belum bisa jemput sekarang, jadi kayaknya aku nunggu dulu."

"Rumah lo dimana? Gua lupa."

"Di Benhil, Gar. Memangnya kenapa?" Pandangannya diarahkan kepadaku. Sejenak aku tertegun. Pertanyaan iseng tadi kini masuk ke dalam pikiranku dan sedang berevolusi.

"Hmmm, daripada kamu nunggu lama. Bareng gua aja, mau gak? Kebetulan gua lagi bawa motor, dan gua juga udah bawa helm dua," ucapku menawarkan bantuan. Entah kenapa aku mengucapkan hal seperti itu. "Gua tau kok daerah benhil, nanti lo arahin aja rumah lo di benhil sebelah mananya."

"Bener nih?" Bola mata Sofia membulat, sorotnya berbinar cerah. Aku tersenyum di dalam hati melihat ekspresi wajah teman baruku di kelas tiga ini. "Waah, makasih ya, Gar."

Aku mengangguk dan menyunggingkan senyum kepadanya. "Yaudah yuk, pulang. Udah reda total nih hujannya."

*

Hujan sudah berhenti, namun titik air masih sesekali menetes dari pucuk daun yang ranting-rantingnya tergoyangkan oleh hembusan angin. Menciptakan sensasi sejuk dan segar, saat titik air dan tiupan angin membelai lembut wajahku yang tidak mampu ditutupi oleh helm.

"Gar, nanti diperempatan belok ke kanan yah. Rumah aku deket rumah sakit," ucap Sofia. Tangannya lembut melingkari pinggangku, dan dia sandarkan tubuhnya kepunggungku. Hanya tas sekolahku yang menjadi pembatas antara aku dan dia.

Aku mengarahkan skuter matikku ke arah kanan jalan. Berhenti sejenak saat traffic line berwarna merah. " Kamu ga kedinginan kan yah? Maaf ya, aku ga bawa sweater. Soalnya sweater yang biasa aku pakai, kemarin dipinjam sama Sarah."

"Hemm, nggak apa-apa kok, Gar. Ga terlalu dingin, justru aku senang. Anginnya sejuk. Dan juga sebentar lagi nyampe rumah. Jadi bisa langsung mandi air hangat deh," ucap Sofia dengan nada bicara khasnya yang ceria.

Traffic line sudah berganti warna. Kupacu gas motorku saat kulihat warna hijau muncul disana. Setelah dekat dengan rumah sakit, Sofia berujar pelan dari balik punggungku memberikan arahan dimana rumahnya berada.

Hanya dalam waktu lima menit dari traffic line tadi, aku sudah sampai di depan rumah Sofia. Rumah bergaya simple dengan warna hitam dan putih mendominasi pandangan. "Mau masuk dulu, Gar?" tanya Sofia kepadaku.

Aku mengangkat kaca helm, dan memandang ke arah Sofia. "Hemm,makasi. Kapan-kapan aja aku mainnya. Soalnya udah kesorean juga," ucapku menolak halus.

"Oh yaudah, makasi yah udah nganterin aku."

"Iya nggak apa-apa kok. Gua cabut yah," ucapku melambaikan tangan kepada Sofia sebelum memacu kendaraanku menjauh dari rumahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar