Mungkin
aku adalah lelaki yang paling bahagia saat ini. Segelas kopi panas dengan aroma
menggoda ditambah sebuah kecupan mesra menjadi pembuka pagiku, terasa manis
saat bibir Raisa mencumbu bibirku. Dari tempat aku berdiri, di beranda
penginapan yang aku sewa, aku memandang indah mentari yang baru akan memulai
pekerjaannya; menyinari bumi.
“Indah,”
ucap Raisa. Tatapannya menerawang jauh ke cakrawala. Sorot matanya berbinar
cerah. Aku tahu bahwa saat ini dia sedang menikmati pemandangan indah ini. Jika
aku mengagumi senja dan sunset,
ketika mentari akan berpulang. Sebaliknya, Raisa sangat mengilai sunrise.
Aku
memeluknya dari belakang. Kusandarkan daguku di pundaknya. Kuhirup aroma
tubuhnya sesaat sebelum berbisik. “Ya, indah sekali. Sangat indah, apalagi saat
memandangnya bersamamu. Keindahannya menjadi berlipat-lipat.”
Raisa
mencubit pelan pinggangku. “Gombal.”
Aku
tersenyum kecil seraya memeluknya lebih erat. Seolah tak ingin jauh-jauh
darinya. Bagiku, pesona Raisa lebih indah dari apa pun, termasuk pemandangan
pagi ini.
Kuarahkan
pandanganku ke arah yang sama Raisa memandang. Mencoba ikut menikmati
pemandangan langit yang mulai menguning. Tak seperti sunset yang meronakan jingga, terlihat seperti ironi dan kesedihan
yang mendalam. Sunrise memiliki pesona yang lebih ceria, rona kuning
keemasannya menggambarkan semangat dan kebahagiaan.
Raisa
membalikkan badannya ke arahku. Ini tubuh kami saling berhadapan. Mata kami
beradu pandang. Beberapa detik terlewat, hanya hening yang mengisi jeda
tersebut. Kemudian kami saling tersenyum. Mulut tak berkata, namun mata dan
hati berbicara dalam diam. Dalam sebuah keheningan selalu ada percakapan tak
terlihat yang tercipta.
“Dari
mana kamu tahu tempat seindah ini, Ram?” ucap Raisa seraya menyungingkan
senyuman. Senyuman yang selalu menggodaku. Lengkung bibir yang selalu ingin aku
peluk dengan bibirku.
“Sebuah
rekomendasi dari salah satu rekan kerja. Dia bilang Pulang Lengkuas adalah
tempat yang indah dan sulit untuk dilupakan setelah mengunjungi tempat ini.”
“Kamu
harus berterima kasih dengan orang itu.”
Aku
tersenyum simpul. Kulihat sorot mata Raisa begitu berbinar. Ya, aku harus
berterima kasih dengan rekan bisnisku itu. Tempat ini memang indah. Memang bukan
tempat yang paling indah, namun menjadi tempat indah yang tepat untuk
dikunjungi.
“Karena
berkat rekan bisnismu, aku bisa sebahagia pagi ini. Mentari yang terbit pagi
ini adalah sunrise terindah yang
pernah kulihat.” Raisa melingkarkan lengannya ke pinggangku. Jarak badan kami
nyaris tak tersisa. Wajah kami saling berhadapan. Hidung kamu hanya berjarak
nyaris beradu hingga dapat kurasakan deru nafasnya. Kutatap lekat matanya.
Di
bawah cahaya keemasan mentari pagi ini, aku melewatkan momen yang sangat indah
dalam hidupku. “Aku cinta kamu,” ucapku setelah bibirku lepas dari jeratan
bibir Raisa. Kakiku mundur satu langkah. Kugenggam jemari Raisa. Kucium pelan
ujung jari manisnya yang sudah terlingkarkan oleh cincin yang sama dengan
cincin yang kupakai.
Raisa
hanya tersenyum tersipu, dibelainya wajahku olehnya. “Love you too, my husband.” Aku mengembangkan senyum terlebar pagi
ini. Pulau Lengkuas ini menjadi tempat terindah aku menghabiskan momen bulan
maduku dengan Raisa. Selama beberapa hari aku akan menghabiskan waktu penuh dengan
cinta bersama Raisa di pulau ini.
Romantis kali kau bang :D
BalasHapus*jadi pengen cepet nikah, hehe
jangan lupa undangannya yah. #eh? :))
BalasHapusWah, bagus cerpennya.. Romantis dan penuh imajinasi kata :)
BalasHapus