Rabu, 15 Mei 2013

Gara-Gara Kacamata

Aku melihatnya sore itu di sebuah stasiun kereta. Hanya sekelebat saja, namun dia mampu mencuri perhatianku. Di tengah keramaian orang-orang yang lalu lalang, dia terlihat begitu menarik walau pandanganku tidak terlalu jelas melihatnya.

Sore ini, di stasiun kereta, aku menunggu kereta yang akan membawaku pulang, aku melihatnya untuk pertama kalinya. Siapa dia? tanyaku sendiri dengan senyuman yang hanya aku sendiri yang dapat mengartikannya.

"Don, belom dateng juga?" Tiba-tiba, Rio berdiri disampingku. "Gue pikir lo udah pulang duluan."

"Belom, tumben nih telat keretanya," ucapku kepada teman sekelasku di kampus ini. "Lo sendiri tumben naik kereta. Motor mana?"

"Di bengkel," jawab Rio singkat. "Eh, kacamata lo mana?"

"Pecah. Kemarin jatoh. Gua belom sempet ke optik," ucapku kepada Rio yang berdiri disampingku sambil memakan siomay yang dibeli sebelum masuk ke dalam stasiun. Aku kembali mengarahkan pandanganku ke sosok yang sejak tadi menarik perhatianku.

":Lo ngeliatin apaan sik? Senyum-senyum aja daritadi?"

Aku mengarahkan telunjukku ke arah seseorang yang berdiri tak jauh dari tempatku berdiri. "Cantik yah," ucapku berkomentar.

Rio mengerenyitkan dahinya. "Nggak salah lo, Don?" tanyanya seolah tak percaya.

Aku mengangguk. "Lo kenal? Kenalin ke gue dong."

"Lo serius?" Kembali, Rio menanyakan hal itu kepadaku yang aku jawab dengan anggukan juga. "Lo udah kenal tauk!"

Aku membelalakkan mata. "Emang iya yah? Siapa? Kenal dimana? Kapan?" ucapku memberondongkan pertanyaan kepadanya yang merupakan salah satu teman satu kelas yang sering nongkrong bersamaku. Sehingga Rio hampir pasti tau dengan siapa-siapa saja aku berkenalan.

"Yaudah yuk kita samperin," ucap Rio disertai senyuman lebar, dia menyeringai seolah ingin meledekku.

"Boleh." Aku meng-iya-kan ajakan Rio dan berjalan di belakang Rio menuju sosok yang sejak tadi membuatku penasaran. Aku menyipitkan mataku agar pandanganku menjadi sedikit lebih jelas.

Rio yang berjalan lebih dulu sudah sampai ditempat seseorang itu dan terlihat bercakap-cakap dengannya. "Nih, temen gue mau kenalan sama lo." Sekilas aku mendengar perkataan itu dari mulut temanku itu.

Aku tersenyum kecil mendengarnya. Kakiku mendekatkan diriku ke arah Rio dan orang tersebut.

"Lho, bukannya kita udah kenal yah? Lo Rio anak jurusan Sastra Belanda kan?" ucap orang itu dengan nada suara yang aneh. "Gue Ray, masa lo lupa?" ucap orang itu dengan nada suara yang dibuat-buat seperti suara wanita.

Bangsat. Ternyata orang itu adalah Ray Lazuardi, lelaki setengah jadi-jadian yang merupakan anak jurusan Sastra Prancis. Tanpa basa-basi aku segera menjauh dari Rio dan Ray. Dari arah belakangku terdengar suara Rio yang tertawa terbahak-bahak. Aku terus mengumpat sepanjang jalan menjauhi tempat Ray menunggu kereta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar