"Kamu pernah dengar dan cicipin ice cream yang namanya gelato?" Aku menaikkan alis mata saat mendengar nama jenis ice cream yang disebut oleh Sofi.
"Tidak," jawabku singkat.
Sofi menoyor kepalaku, sahabat kecilku itu mengacak rambutku yang selalu kutata dengan rapi. "Kamu payah. Katanya pecinta ice cream, masa nggak tau apa itu gelato," ucapnya seraya mencibir. "Gelato itu ice cream khas Italy. Ice cream rendah lemak dengan tekstur yang lembut. Pengin deh nyicipin itu."
"Nanti aku akan belajar untuk membuatnya. Dan kamu harus mencicipi gelato buatanku." Aku mengumbar janji kepada Sofi yang juga maniak ice cream sepertiku.
Sekelebat ingatan percakapan dengan Sofi beberapa tahun yang lalu. Percakapan yang bisa dibilang merupakan percakapan terakhirku dengannya, obrolan tak penting yang hampir setiap malam kita lakukan. Obrolan malam itu adalah yang terakhir kami lakukan sebelum beberapa hari kemudian aku harus pergi meninggalkan Sofi untuk pindah ke kota lain untuk melanjutkan kuliah disana.
"Sof, aku udah bisa bikin gelato buat kamu. Gelato rasa cokelat mint dengan taburan almond. Ini favorit kamu kan?" Suaraku bergetar dan airmataku tak kuasa menahan diri untuk menetes.
Seminggu yang lalu aku menyelesaikan studiku, dan kembali ke kota ini. Selama aku kuliah diluar kota, hampir tak pernah aku berkomunikasi dengan Sofi. Sesekali, dan biasanya percakapan yang kami lakukan hanya basa-basi dan tak lama. Enam bulan yang lalu adalah yang terakhir aku mengobrol dengan sahabat kecilku itu, setelahnya tak ada lagi. Yang membuatku bingung adalah ucapan selamat tinggal yang dia ucapkan kepadaku diakhir percakapan itu. Seperti sebuah salam perpisahan.
Seminggu yang lalu aku kembali pulang ke rumah, dan mendapati kenyataan kalau aku tidak dapat lagi berbicara dengan Sofi, seperti masa sebelum empat tahun yang lalu, obrolan yang selalu kami lakukan hampir setiap malam.
"Sofi udah nggak ada, Nak Rangga. Selama ini Sofi mengidap kanker darah, dan menyembunyikan sakitnya ke semua orang selain keluarga, termasuk kamu. Enam bulan lalu dia meninggal, tak lama kalian ngobrol untuk terakhir kalinya.
Airmataku menderas. Sore ini, dihadapan makamnya, tanganku menggenggam dua buah gelas gelato yang susah payah kubuat. Hari ini adalah hari ulang tahun Sofi.
"Sof, selamat ulang tahun. Maaf baru bisa buatin gelato ini ke kamu hari ini." Aku meletakkan sebuah gelas di atas nisan bernama Sofiah Namira bin Abdul Ghaiswarna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar