“Aku jatuh cinta.” Pernah aku mengucapkan kepadamu di suatu
senja yang memesona.
“Pada siapa?” Kau mengucapkan kalimat tanya itu dengan sorot
mata bahagia. Seperti seorang kekasih yang mendengar kabar kekasihnya akan
kembali.
“Pada bibirmu yang perawan.” Lalu kulihat kau memandangku
lesu.
“Sudahlah, jangan bercanda.” Kau berkata seolah aku pembual
yang ulung. “Tolong, buatkan aku sebuah puisi. Aku ingin mendengarnya lagi.”
“Ya, andai saja ini adalah sebuah lelucon. Mungkin hal ini
adalah lelucon yang akan aku tertawakan suatu hari nanti.”
“Kapan?”
“Nanti, ketika aku sudah lelah untuk menuliskan puisi untuk
seorang perempuan yang tak lelah menanti kekasihnya yang tak pernah kembali.”
*Diikutsertakan dalam #FF100Kata di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar