“Bahagiakah kamu sekarang, Kirana?”
Aku bertanya kepada seorang perempuan
yang begitu aku cintai dan juga mencintaiku–kesedihanku. Malam ini, dengan
sangat telaten aku menghitung waktu, mengukur rentang jarak yang berkali-kali
dijalani oleh bulan untuk mengitari bumi, hingga aku bertemu denganya lagi tiap
malam. Sudah empat ratus hari, bulan menyapaku tiap malam, dan menempuh jarak
sejauh 2.414.050,84 km setiap harinya. Kira-kira sejauh itulah jarak yang
ditempuhnya untuk menemaniku di beranda, berdiam diri memikirkanmu.
“Benarkah perhitunganku? Jika salah, beritahu aku, sebab kau lebih pintar berhitung,” kataku. Kirana adalah perempuan cerdas, berkali-kali aku salah dalam perhitungan, selalu ada selisih, dan aku ada di pihak yang salah. Seperti dahulu, satu tahun yang lalu, lagi-lagi aku kalah dalam perhitungan. Aku pikir, aku akan baik-baik saja tanpamu, tapi nyatanya tidak. “Perhitunganku meleset jauh, Kirana.”
Aku menatap bulan yang bersinar
setengah, lalu beranjak ke kamar. Di bawah lemari, dengan baik aku simpan
seluruh foto Kirana, termasuk foto saat dia memakai gaun pengantin dan
bersanding dengan lelaki lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar