Senin, 18 Juni 2012

Biru, Jatuh Hati


“Kamu mau bawa aku ke mana, Di?” ucap Amel saat diperjalanan. Tadi siang aku ‘menculiknya’ dari kampus. Meminjam mobil seorang teman, kini aku membawa Amel ke suatu tempat yang istimewa.
“Nanti kamu pasti bakal suka tempatnya kok, percaya sama aku.”
Lalu lintas perjalanan tampak lengang, seperti aku tidak terlambat sampai di tempat tujuan. Kulirk arloji yang melingkar di lengan kananku. Waktu menunjukkan pukul 3 sore. Hemm, cukup, ucapku menggumam dalam hati.
Selama perjalanan Amel selalu bertanya akan hal yang kulakukan, menanyakan tujuan aku membawa kabur dirinya yang sedang ada kegiatan di kampus dan menutup matanya saat ini. “Di, aku lepas yah penutup matanya,” ucap Amel meminta.
“Jangan dong,” jawabku seraya menyingkirkan tangan Amel yang ingin membuka ikatan kain hitam yang menutupi matanya. “Kalau kamu buka, nanti ga jadi kejutan lagi. Bersabar yah, sebentar lagi sampai.”
Akhirnya Amel diam, tidak lagi ribut mempertanyakan tujuan kami. Aku menghela nafas lega, lalu kufokuskan lagi pandanganku ke jalan. Ponselku berdering. “Halo, gimana? Sudah siap semua? Baik, makasi ya,” ucapku kepada seseorang yang meneleponku.
Tempat tujuanku sudah terlihat, di depan aku tinggal membelokkan mobil ke arah parkiran. “Kita sampai,” ucapku pada Amel. “Tunggu yah, jangan dibuka penutup matanya.”
Aku keluar dari kursi kemudi, lalu memutar dan membukakan pintu untuk Amel, kemudian kutuntun kekasihku itu menuju tempat yang sudah kurencanakan.
Terdengar bunyi ombak yang berdesir, suara riak air raksasa yang berjumpa dengan daratan. Semilir angin yang sepoi-sepoi menampar wajahku dan Amel, mengacak-acak beberapa helai cuat rambut kami.
“Ini di mana, Di? Di pantai yah? Pantai mana?” Amel kembali banyak tanya. Rasa penasaran perempuanku ini memang sangat besar, dia selalu menyakan hal yang membuatnya penasaran, terlebih dalam keadaan seperti ini.
“Nanti kamu juga tahu kok, sebentar yah,” ucapku menuntun Amel ke suatu tempat. Dari tempat kami berdiri matahari menantang tegak mata kami. Tidak terlalu menyilaukan, sebab sinarnya sudah melemah, matahari sudah lelah bersinar terik sepanjang hari ini. Kini saatnya dia untuk beristirahat dan pulang ke kaki langit. “Aku buka yah, udah siap? Buka matanya pelan-pelan,” ucapku memberi instruksi pada Amel.
Saat penutup mata kulepaskan, Amel membuka matanya perlahan, sangat perlahan. Cahaya jingga dari matahari sore ini langsung menyergap pupil matanya saat kelopaknya dibuka. Amel menggerakkan tangannya untuk menutupi cahaya yang menyorotnya. Awalnya mimik wajahnya terlihat bingung, lalu kemudian menjadi senyum dan akhirnya pekiknya menggelegar. “Aaaakkhhh!!!! Pangandaran!!” Teriaknya sekuat tenaga.
Beberapa kawanku sudah datang dan ikut bergabung denganku, kami berdiri di belakang Amel. Saat Amel berbalik arah kepadaku, kami segera bernyanyi dengan kompak. “Happy birthday, to you… happy birthday to you..”
Mimik wajah Amel kembali menyiratkan tanda tanya, kemudian aku maju ke hadapannya. “Selamat ulang tahun yah, Sayang,” ucapku pelan seraya menggenggam lembut jemarinya. Kemudian kukecup keningnya. Kulihat wajahnya bersemu merah. Di depan kawan-kawannya yang ikut menyiapkan kejutan ini, di pantai Pangandaran yang sangat disukainya dan di hadapan senja yang dikaguminya, Amel melewatkan hari spesialnya dengan cara yang spesial. Aku tersneyum, rencanaku tak meleset. Wajah bahagia terpatri jelas di wajah perempuan yang sangat kucintai itu.
Kuarahkan wajahku pada panorama senja yang sedang pada momen puncaknya; saat kemilau jingga benar-benar matang. Aku tersenyum dan mengangkat kedua lenganku. “Yeah!!” ucapku berteriak menuangkan segala kebahagiaanku juga.
Amel yang tadi sibuk meladeni kawan-kawannya yang mengucapkan selamat ulang tahunnya, kini berdiri di sampingku. “Terima kasih, Sayang. Aku bahagia banget.”
Dadaku semakin menghangat mendengar ucapan itu. Senyumku mengembang lebar.
“Pantainya indah yah,” ucap Amel.
“Yap,” jawabku menatap kemilau jingga yang mencermin di sana. “Jingganya keren.”
“Bukan, tapi kemilau warna birunya air lautnya. Aku suka sekali warna itu, selalu terasa teduh saat memandangnya,” ucap Amel yang menimbulkan tanya padaku.
Sejak kapan Amel suka dengan warna biru?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar