Seorang lelaki muda
duduk di sebuah bangku taman. Sejak tadi dia sibuk melihat pergelangan
tangannya yang dilingkari oleh jam. Sudah hampir 1 jam dia menunggu kekasihnya
yang tak kunjung datang.
Malam ini adalah malam
minggu, dan seperti layaknya pasangan kekasih pada umumnya, lelaki muda itu dan
kekasihnya sudah mengatur janji untuk bertemu di taman ini.
Lelaki muda itu
berdiri, dan berjalan mondar mandir mengitari bangku taman, kekasihnya tak
kunjung datang. Bayang-bayang batal berkencan sudah mampir dibenaknya dan
membuatnya semakin gelisah.
“Belum juga datang,
Roy?” tanya seorang perempuan dengan make up tebal dengan sanggul tebal di
belakang kepalanya.
Roy mendongak ke arah
seberang. “Belum, Madame Marrie,” ucapnya lemah.
“Mungkin di ruang depan
masih banyak tamu, dan tuan besar belum atau tidak pergi berkencan dengan nyonya
besar malam ini.”
“Iya mungkin.”
“Kamu tidak ingin
melihatnya?” tanya Madame Marrie.
“Ingin, tapi....” Roy
mengerling ke arah samping.
Madame Marrie
mengangguk paham saat melihat Tuan Leo sedang tertidur. Roy tidak bisa lewat,
jika itu dilakukan, maka Tuan Roy yang pemarah akan terbangun. Ketika hal itu
terjadi, hal yang tidak mengenakkan akan terjadi.
“Baiklah, biar aku saja
yang melihatnya,” ucap Madame Marrie meninggalkan bingkai lukisannya dan
berpindah dari satu bingkai ke bingkai lainnya hingga akhirnya dia sampai di
beberapa bingkai foto yang dapat melihat ke ruang tengah.
“Lukisan yang bagus.
Cantik,” gumam seorang lelaki saat memperhatikan dengan detail tubuh kekasih
Roy tersebut. “Siapa dia?”
“Kekasih almarhum
anakku,” ucap tuan besar kepada lelaki yang merupakan temannya sesama kolektor
lukisan.
Ihhh yang ini mah sukakkkk :)))
BalasHapusdibenaknya << Danis, bener ini disambung? :-|
Err.. itu kayaknya typo Mbak. :)) kok masih aja luput yah. :|
HapusSumpah, blom ketangkep ide ceritanya. Kaciaan deh ci makbunbun.
BalasHapusBelum ketangkep ide ceritanya ya, Mbak? Mungkin masih perlu dikembangin lagi. Makasi sudah baca :D
Hapus