![]() |
Sumber: http://arzuhan.deviantart.com/art/Darkness-100010629 |
Rumi berdiri menatap
cermin yang memantulkan separuh bayang tubuhnya. Dari sebelah kanan, cahaya
lampu jalanan masuk sebagian melalui celah jendela yang tak tertutup rapat. Tak
banyak cahaya yang dapat masuk ke dalam kamar yang lampunya entah telah mati
sejak kapan.
Dia tersenyum menatap
wajahnya sendiri, lalu kadang tertawa kecil. Dia mengambil lipstik berwarna
semerah darah lalu dioleskan ke bibirnya secara serampangan. Kini, seputar
bibir, mulut dan pipinya berwarna merah, dengan sedikit noda merah lainnya yang
sudah ada di sana sejak tadi.
“Huahahaha.” Rumi
tertawa terbahak saat melihat hasil riasannya sendiri.
Diletakannya lipstik
tersebut dan kemudian dia mengambil bedak yang berada tak jauh dari tempat dia
meletakkan lipstik. Dipoleskannya pelan-pelan ke pipinya. Tangannya gemetar
saat melakukan hal tersebut. Jemarinya yang kemerahan sudah mulai terasa lengket
dan sulit untuk digerak-gerakkan. Dengan telaten Rumi merias wajahnya sendiri
dengan penerangan seadanya.
Peralatan di meja rias
tersebut cukup lengkap, dan Rumi terus mencoba satu per satu dengan cara yang salah.
Dirinya yang selama ini tak pernah belajar dan diajarkan cara merias wajah. Jemarinya
tak fasih mengenal pelbagai peralatan kecantikan yang ada di hadapannya.
Tidak ada yang abadi di
dunia ini, termasuk kebohongan. Karena di balik hitam kau akan menemukan
terang.
“Aku cantik kan,
Sayang?” ucap Rumi kepada lelaki yang tertidur di ranjang di belakangnya. Dia terlihat
pulas berbaring tanpa busana.
Rumi bangkit dan
berjalan ke arah ranjang, dan duduk di tepinya. Tangannya membelai lembut rambut
kekasihnya yang kaku dan berbau amis.
“Cantikan mana, Sayang?
Aku pakai make up atau aku yang tidak
pakai make up?”
Jemari Rumi menyusuri lekuk
wajah kekasihnya. Dia mendekatkan wajah dan mencium keningnya.
“Katamu, tanpa make up pun aku sudah cantik. Katamu, ‘tak
perlu kamu berias, kamu sudah cantik. Aku cinta kamu.’”
Rumi bangkit dari tepi
ranjang, lalu berjalan ke tepi ranjang yang lainnya. Saat melewati meja rias
dia mengambil sebuah benda yang ada di atasnya.
“Tapi, kenapa kamu
memilih dia!!” pekik Rumi. “Kalau aku lebih cantik, kamu mencintaiku, kenapa
kamu berkencan dengannya!!” Dihantamkannya berkali-kali palu yang digenggamnya
ke batok kepala perempuan yang tubuhnya telanjang. Dia tergolek di bawah ranjang.
Paras wajahnya yang cantik sudah penuh dengan darah yang mengalir dari celah
rongga kepalanya.
wuih, sadis! keren ceritanya.
BalasHapustapi itu ada typo di paragraf terakhir, mas. batok kelapa?
*kemudian kasih sedotan* *bawa ke tepi pantai*
hehehe
*langsung ngakak*
Hapus*ga jadi serem*
*ga jadi komen*
Sudah direvisi!! :)))
HapusWidih, syerem.
BalasHapusKeren bgt tapiii sadesss hehe. Salam kenal ya. Perasaan yg Doa untuk Kekasih manis banget deh. Keren-keren....
BalasHapus_Edmalia_
Makasi sudah baca Mbak. :D
HapusLagi latihan bikin tulisan dengan banyak genre. :D
waduuh... serem dan sadis banget... :)
BalasHapus:D makasi.
HapusEyaampun aku kok ngebayangin darah di mana-mana. Tapi sekaligus mbayangin santai di pinggir pantai minum es kelapa, hihi piss :D
BalasHapus*hening* ..... :))
HapusSumpah, ini sadis bgt. Duhhh....
BalasHapus*lalu ikutan yg lain nyedot kelapa*
Mbak..... :))
HapusAku sukak! ^_^
BalasHapusMakasi Mbak. Salam kenal :D
Hapus